“Pernyataan Perwira Polri yang berdinas di Sampang Madura, yang dimuat dibeberapa media terkait pernyataannya bahwa Wartawan tidak UKW ( Uji Kompetensi Wartawan ) dan Media tidak terdaftar Dewan Pers hasil tulisan bukan produk Jurnalistik, menggelitik para insan Pers untuk mengulas pemahaman yang dilontarkan oleh seorang Perwira Polri tersebut.(Dedik Sugianto)
Inilah Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Dewan Pers.
Siaran Pers
Dewan Pers Apresiasi Pejabat Publik yang Mendukung Profesionalisme Pers
Video viral tentang audiensi jurnalis dengan Kapolres Sampang, AKBP Arman SIK MSi,
pada 14 Juni 2022 di Mapolres Sampang, Jawa Timur, mendapat perhatian serius dari
Dewan Pers. Dalam cuplikan video itu, Kapolres menyatakan hanya akan melayani insan
pers yang tersertifikasi dan perusahaan pers yang sudah terverifikasi di Dewan Pers.
Pernyataan Kapolres ini sempat dipersoalkan oleh beberapa jurnalis.
Menanggapi video yang viral itu, Dewan Pers langsung mengadakan diskusi pada Jumat
(17/6) di Jakarta. Anggota Dewan Pers yang hadir dalam diskusi adalah M Agung
Dharmajaya (wakil ketua), Asmono Wikan (anggota dan ketua Komisi Pemberdayaan
Organisasi), Ninik Rahayu (anggota dan ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan
Ratifikasi), serta Paulus Tri Agung Kristanto (anggota dan ketua Komisi Pendidikan dan
Pengembangan Profesi). Berikut ini pernyataan Dewan Pers tentang audiensi pernyataan
Kapolres Sampang.
1. Dewan Pers mendukung penuh setiap upaya para pejabat publik termasuk TNI/Polri
dalam mendorong wartawan dan perusahaan pers semakin profesional.
2. Profesionalisme wartawan dan perusahaan pers dalam hemat Dewan Pers ditandai
antara lain oleh sertifikasi bagi wartawan dan verifikasi perusahaan pers yang
diselenggarakan oleh Dewan Pers.
3. Pernyataan Kapolres Sampang, AKBP Arman SIK MSi, di hadapan jajaran Polres dan
media di Sampang beberapa waktu lalu, yang meminta agar wartawan harus tersertifikasi
dan perusahaan pers sudah lulus verifikasi oleh Dewan Pers, patut diapresiasi. Dewan
Pers berharap semakin banyak pejabat publik dan penegak hukum bersikap senada
dengan Kapolres Sampang, guna mendorong kian mekarnya profesionalisme wartawan
dan perusahaan pers di Indonesia.
4. Dewan Pers berharap agar wartawan dan perusahaan pers yang sudah lulus mengikuti
sertifikasi dan verifikasi senantiasa bekerja berlandaskan UU Pers dan Kode Etik
Jurnalistik. Perlu ditegaskan, bahwa Dewan Pers tidak mengakui kegiatan sertifikasi
wartawan yang diselenggarakan oleh organisasi lain, di luar yang dilaksanakan oleh
Dewan Pers bersama para lembaga uji yang telah ditunjuk.*
Edaran yang dikeluarkan oleh Dewan Pers
Surabaya, Ronggolawe News – Menanggapi Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, Dedik Sugianto yang merupakan Asesor bidang Pers berlisensi BNSP. Reg.MET.000.002263 pada Media Ronggolawe News menyampaikan dan menjelaskan, 2 hal yang dilontarkan Perwira Polri itu yang dianggapnya bahwa beliau kurang pemahaman tentang media atau Perusahaan Pers harus terdaftar di Dewan Pers, dan Wartawan harus UKW.
“Dalam menjalankan tugas, seorang jurnalis harus berpedoman UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan kode etik jurnalis. Juga dalam upaya pengembangan kemerdekaan Pers dan meningkatkan kehidupan Pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang Independen,” ungkap Dedik.
Ditambahkan oleh Dedik, Dalam pasal 15 ayat 2 UU Pers, jelas diterangkan fungsi – fungsi Dewan Pers, yakni melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers, mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah, memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan, serta mendata perusahaan pers.
Sementara itu, Dalam pasal 15 ayat 2, Dewan Pers mendata perusahaan Pers, dan dari pandangan Dedik Sugianto selaku Asesor bidang Pers berlisensi BNSP, setiap perusahaan Pers yang berbadan hukum wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggungjawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan dan khusus penerbitan Pers ditambah nama dan alamat percetakan. Dan jika memenuhi unsur itu semestinya Dewan Pers bisa mendata perusahaan Pers itu.
“Tapi dalam kenyataannya, banyak persyaratan yang harus di penuhi oleh perusahaan Pers untuk dapat diverifikasi terdaftar di Dewan Pers, sehingga banyak perusahaan Pers kesulitan memenuhi persyaratan itu,” terangnya.
Pimpinan Redaksi Media Sindikat Post itu melanjutkan, “Semestinya Dewan Pers harus peka dan turun langsung membantu perusahaan Pers untuk memenuhi persyaratan itu, karena Dewan Pers diamanahkan UU untuk mendata perusahaan Pers, dan mempunyai anggaran yang cukup besar dalam melaksanakan fungsinya itu. Didalam UU Pers tidak ada tertulis jika media atau perusahaan Pers tidak terdaftar di Dewan Pers, maka tulisannya wartawan bukan produk jurnalistik,”
Terkait Wartawan harus UKW sesuai peraturan Dewan Pers, Dedik berpandangan bahwa Dewan Pers tidak berhak mengeluarkan peraturan – peraturan tentang Pers, salah satunya peraturan wartawan harus UKW, karena Dewan Pers di dalam pasal 15 disalah satu ayatnya menyebutkan Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
“Dewan Pers memfasilitasi atau sebagai fasilitator dipertegas kuasa hukum pemerintah dalam sidang uji materi UU Pers di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu, kuasa hukum pemerintah menyatakan bahwa Dewan Pers adalah fasilitator bagi organisasi Pers membuat peraturan di bidang Pers,” ungkap Dedik.
Sebagai fasilitator, Dedik mengungkapkan semestinya Dewan Pers tidak bisa membuat peraturan Pers, termasuk membuat peraturan Pers wartawan harus UKW. Karena yang berhak membuat peraturan adalah regulator bukan fasilitator.
Menyingung tentang UKW, Dedik Sugianto yang menjadi saksi pemohon dalam uji materi UU Pers Nomor 38/PUU-XIX/2021 tanggal 26 Januari 2022 di sidang Mahkamah Konstitusi adalah Dewan Pers merusak sistem sertifikasi kompetensi nasional yang sudah di atur oleh negara melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
“Dewan Pers melalui konstituennya ataupun bekerjasama dengan lembaga lain melakukan Uji Kompetensi Wartawan dan mengeluarkan sertifikat Kompetensi. Padahal jelas di dalam beberapa peraturan pemerintah bahwa yang berhak mengeluarkan sertifikasi Kompetensi profesi adalah BNSP,” terang Ketua Umum Organisasi Kewartawanan Sindikat Wartawan Indonesia (SWI) itu.
Dalam pelaksanaan asesmen UKW, adanya seorang asesor (penguji) yang melakukan asesmen ke asesi (peserta), Dedik mengatakan, seorang asesor harus mempunyai sertifikasi kompetensi asesor dari BNSP. Tapi kenyataan UKW yang sudah dilaksanakan oleh Dewan Pers, asesor nya tidak mempunyai sertifikasi kompetensi Asesor yang berlisensi BNSP.
“Bagaimana pertanggungjawaban proses asesmen dan hasil dari asesmen jika asesor nya tidak berlisensi resmi sebagai asesor yang dikeluarkan negara melalui BNSP. Jelas produk asesmen dipertanyakan publik,” katanya menambahkan.
Sesuai pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang tertulis, “Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang independen”. Dalam hal ini BNSP lah yang berhak mengeluarkan sertifikasi Kompetensi, dan melalui LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) yang sudah mempunyai lisensi dari BNSP melakukan sertifikasi kompetensi profesi.
Dengan adanya UU dan peraturan yang berhak mengeluarkan sertifikasi kompetensi profesi adalah BNSP. Pertanyaan yang harus dijawab adalah Apakah UKW Dewan Pers menjadi tolak ukur bahwa wartawan itu Kompeten dan menjadi peraturan bagi instansi atau institusi pemerintah untuk menerima atau tidak seorang wartawan melakukan liputan ataupun konfirmasi dan klarifikasi ?.
“Sertifikat UKW Dewan Pers bukan produk BNSP, menurut kami itu bukan Sertifikat Kompetensi sebenarnya, dan UKW itu hanya sebuah pendidikan dan pelatihan (diklat) , agar wartawan memahami tugas – tugasnya. Dan sebagai diklat bukan sebuah patokan instansi atau institusi untuk dapat menafsirkan bahwa wartawan itu tidak berhak melakukan liputan, dan menyatakan karyanya bukan karya jurnalis, Semoga ini menjadi pemahaman tentang fungsi Dewan Pers yang diatur dalam UU Pers dan pemahaman UKW. Sehingga kedepannya tidak terjadi kejadian seperti yang dilontarkan Perwira Polri tersebut karena ketidak pahamannya tentang dunia jurnalis,” ungkap Asesor muda itu mengakhiri. (red)