BANTUAN sosial atau bansos adalah alat negara. Kebijakan dan penganggarannya diputuskan bersama di DPR dan pemerintah yang mewakili seluruh kekuatan politik.
Sesungguhnya tidak ada satu pihak pun yang berhak mengklaim bahwa program bansos prakarsa atau keberhasilan kelompok tertentu. Bahkan bila presiden berkehendak pun, tanpa persetujuan DPR, tidak akan mungkin ada program bansos, sebab kebijakan dan anggarannya harus se persetujuan DPR.
Sebagai alat negara bansos bertujuan agar rakyatnya terentas dari kemiskinan, dan menjadi lebih berdaya. Itulah sebabnya di dalam paket paket bansos beragam rupa program. Selain bantuan uang tunai, beras, ada juga beasiswa, uang pra kerja, serta kartu Indonesia sehat.
Orksetrasi kebijakan ini dimaksudkan agar rakyat miskin tidak semata-mata dikasih uang dan sembako, tetapi diberikan akses atas pemeliharaan Kesehatan. Sebab dengan tubuh yang sehat, mereka bisa produktif; anak-anaknya diberikan akses terhadap pendidikan. Dengan pendidikan yang lebih baik, kelak mereka punya kecakapan, sehingga bisa berbuat produktif, dan berpenghasilan yang lebih baik daripada orang tuanya. Hal itu adalah proses yang panjang. Tidak cukup diguyur bansos setahun lalu mereka menjadi tidak miskin semua.
Saya sungguh sedih ketika kebijakan teknokratis yang mulia dari negara kemudian diprivatisasi oleh Bapak Presiden dan sebagian menterinya, seolah-olah budi baik mereka. Terus terang saja, melonjaknya anggaran bansos Rp496,8 triliun sungguh mengkhawatirkan dari sisi penyalahgunaan.
Pada saat Covid-19 saja, di tahun 2020, anggaran perlindungan sosial “hanya” Rp234,33 triliun dan realisasinya Rp. 216,59 triliun. Padahal, pada masa Covid-19, ekonomi nasional nyaris berhenti. Akan tetapi, negara hanya membutuhkan belanja bansos sebesar Rp216, 59 triliun.
Saat ini situasi perekonomian nasional telah pulih. Bahkan, sejak 2022 diakui oleh dunia, Indonesia bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat setelah dihantam pandemi Covid-19. Kenapa anggaran bansos melonjak drastis, bahkan tidak melibatkan kementerian sosial sebagai kementerian teknisnya?
Sebagai Ketua Banggar DPR saya sangat prihatin, APBN yang kita bahas berbulan-bulan, kita niatkan untuk menggerakkan seluruh tujuan pembangunan; memperbaiki infrastruktur, meningkatkan perumahan rakyat, menguatkan kemandirian pangan, energi, meningkatkan industri dan daya saingnya, meningkatkan eskpor, meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan, Kesehatan dan budaya, menghapuskan kemiskinan ekstrim, pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara; semuanya dipotong dan sebagian anggarannya direlokasi ke bansos menjelang pemilu.
Saya harapkan, APBN 2024 ini kita jaga dengan sebenar-benarnya agar sesuai tujuannya. Biarkanlah pemilu ini berjalan secara alamiah, sedemokratis mungkin, berjalan tanpa cawe-cawe kekuasaan. Dari pemilu demokratis, pemenang pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat memimpin Indonesia. Sebaliknya, Indonesia bisa dikucilkan dari pergaulan internasional jika demokrasinya gagal.
Saya mengetuk hati Bapak Presiden, kiranya bisa memberi teladan yang baik bagi kami semua. Dan dari keteladanan itu, kita catatkan kelak beliau sebagai pemimpinan nasional yang membanggakan kita semua. Sedih melihat Bapak Presiden menurunkan kasta, seolah menggantikan peran menteri sosial, mengurusi teknis perbansosan.
Program bansos hanya akan tepat sasaran dan memiliki manfaat optimal bagi pengentasan rumah tangga miskin, bila dikerjakan oleh tangan-tangan teknokrasi yang bekerja sesuai perencanaan, profesional, berintegritas dan tidak ada tunggangan politik. Jangan jadikah rakyat miskin kita sebagai dalih untuk mengeruk suara pemilu, seolah-olah tampil bak Robin Hood membagi-bagi sembako dan uang tunai tanpa perencanaan yang matang. Padahal cara-cara seperti itu tidak akan mengentaskan rakyat miskin keluar dari kubangan kemiskinan, tetapi hanya menjadikan orang miskin sebagai kendaraan politik.
Saya berharap, seluruh penerima bansos tetap teguh pendirian politiknya. Rakyat miskin tetap bisa berdaulat menentukan pilihan politiknya pada Pemilu 2024. Tidak usah khawatir atas ancaman penghapusan data dirinya tidak menerima bansos kelak di kemudian hari. Tidak ada kaitannya penentuan hak suara dengan penghapusan bansos. Penentuan hak suara adalah hak politik semua warga negara, dan penerima bansos adalah hak ekonomi warga negara. Keduanya dijamin oleh hukum.