Tuban, Ronggolawe News – B (58), terdakwa kasus pencurian besi trotoar milik Dinas PUPR-PRKP Kabupaten Tuban di sekitar Kecamatan Merakurak, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tuban Kamis (11/07/2024).
Agenda sidang kali ini adalah penyampaian saksi ahli seorang dokter dari RSUD dr. R. Koesma Tuban yang didatangkan oleh penasihat hukum (PH) terdakwa.
Dalam persidangan tersebut juga diperlihatkan bukti hasil visum et repertum terdakwa. Sehingga menguatkan adanya dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum kepolisian terhadap terdakwa B.
Usai sidang, Nang Engki Anom Suseno, penasihat hukum terdakwa, menyampaikan fakta bahwa kondisi terdakwa dalam keadaan babak belur saat penanganan pertama pelimpahan dari Polsek Merakurak ke penyidik unit 1 Satreskrim Polres Tuban
“Terdapat luka memar di punggung, memar kepal, dan kakinya robek, sehingga penyidik dari Polres Tuban memohonkan visum kepada RSUD Tuban,” terang Engki.
Karena itu, pada sidang kali ini, dihadirkan saksi ahli, yaitu dokter yang melakukan visum et repertum pada terdakwa.
Dari keterangan saksi tersebut, ditemukan fakta yang menguatkan adanya dugaan penganiayaan atau bahkan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH). Dugaan penganiayaan itu dilakukan saat proses penyidikan terhadap terdakwa B.
“Saksi membenarkan bahwa saat penyidik Polres Tuban membawanya ke RSUD, ditemukan luka-luka yang dituangkan di hasil visum. Namun hasil visum tidak dilampirkan dalam berkas perkara. Artinya, dapat kita simpulkan sementara, dugaan adanya penganiayaan itu memang benar adanya dan terjadi,” jelas Engki.
Meski dugaan penganiayaan itu terlepas dari perkara pokok pencurian yang dilakukan oleh terdakwa B, Engki menyebut bahwa penangkapan pelaku pidana menggunakan kekerasan bahkan penganiayaan adalah tindakan melanggar HAM.
Engki mengakui jika visum tersebut memang di luar konteks persidangan pencurian. Namun, tujuan dimunculkannya visum itu untuk mengetahui fakta terkait dugaan penganiayaan. Sehingga bisa dilakukan tindak lanjut.
“Kami akan melakukan upaya hukum karena ini melanggar HAM. Pun melaporkan kepada Komnas HAM. Tujuan kami agar di kemudian hari tidak ada penegak hukum yang melakukan tindakan serupa. Intinya untuk perbaikan,” tutup Engki.
Setelah penyampaian saksi ahli, sidang lanjutan dijadwalkan pada Selasa, tanggal 16 Juli 2024, dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Sebagaimana pemberitaan sebelumnya.
Agenda sidang ketiga adalah penyampaian eksepsi atau nota keberatan. JPU Kejari Tuban tidak sependapat dengan pernyataan yang didalilkan penasihat hukum terdakwa. Sebab, eksepsi yang disampaikan banyak menyimpang dari ruang lingkup dimaksud, dan lebih mengarah pada proses penyidikan.
Sebelumnya, Nang Engki Anom Suseno, penasihat hukum terdakwa, sempat mengajukan praperadilan, namun ditolak oleh Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Tuban.
Saat ini, perkara sudah masuk ke tahap penuntutan, dan apabila eksepsi penasihat hukum terdakwa ditolak, persidangan dilanjutkan dengan pembuktian dari penuntut umum.
Nang Engki Anom Suseno menilai nota keberatan dari JPU mendalilkan bahwa eksepsinya keluar dari ranah formil. Namun dalam tanggapan itu, JPU dianggap memasuki materi materiil, yang mana banyak kontradiksi di sana.
“Lucu saja jika kemudian mereka mendalilkan hal-hal bersifat formil, tapi dalam dalilnya mengulas masalah yang bersifat materiil. Tidak nyambung, jadinya begitu,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (21/6/2024).
“Setelah eksepsi, agenda sidang selanjutnya ialah putusan sela. Namun apapun nanti hasilnya, kita tetap menghormati proses hukum di persidangan atau pengadilan,” imbuhnya.
Kendati demikian, pihaknya akan mebuktikan eksepsinya dalam pemeriksaan pokok perkara.
“Akan diperjelas dulu, BAP atau dakwaan itu disusun berdasarkan BAP, maka hakim memiliki kewajiban untuk meneliti secara cermat apa-apa yang ada di dalam BAP. Sehingga apa-apa di BAP yang tidak termuat dalam dakwaan, maka dakwaan itu tidak cermat. Kami akan buktikan itu nanti, apa-apa yang ada dalam BAP di dalam pokok perkara,” urai Engki.
Saat diwawancarai, ia juga menyinggung perihal proses penyidikan di Polsek Merakurak. Engki menduga ada indikasi BAP yang tak sesuai kondisi lapangan.
“Ini kami sudah menyampaikan keberatan bahwa proses penyidikan ini sangat salah, karena ada dugaan kekerasan. Tentu masih nyata karena ada di bekas tubuh terdakwa, masih terdapat kekerasan fisik yang diduga diakibatkan oleh penyidik. Jika terbukti akan kita lakukan upaya hukum maksimal. Karena sudah tidak zaman lagi menggali keterangan dengan metode kekerasan,” pungkasnya.
Sedangkan T (44), yang merupakan istri terdakwa menceritakan kronologis penangkapan suaminya. Berawal ketika B yang berprofesi sebagai tukang becak berangkat kerja pada pagi hari usai sahur. Namun, warga Desa Sumurgung, Kecamatan Montong itu tak kunjung pulang.
T baru tahu jika suaminya sudah ditangkap polisi ketika ada mobil kepolisian datang ke rumah untuk mengambil barang bukti becak dan besi hasil curian.
“Ada mobil polisi datang ke rumah, suami saya sudah ditangkap. Di dalam mobil, suami saya lihat babak belur. Saya mau lihat dari dekat tidak boleh, bahkan saya mau ngasih minum juga tidak diperbolehkan. Setelah itu, suami saya langsung di bawa ke Polsek Merakurak dengan membawa becak dan besi yang dicuri suami saya,” paparnya.
Selanjutnya, T kemudian menyusul ke Polsek Merakurak. Saat di lokasi, ia mendapati suaminya dalam kondisi babak belur.
Tak hanya itu, istrinya juga menceritakan jika mata suaminya ada luka memar, pelipis luka, kepala benjolan, kaki kiri sobekan sebesar 3 jari, “Saya tanya suami saya mengaku dihajar dengan mata ditutup lakban,” tuturnya.
T menceritakan bahwa suaminya sudah mengakui mencuri 3 besi dari trotoar. Namun, oknum polisi tidak percaya dan terus menghajar B karena disuruh mengaku mencuri besi dalam jumlah banyak. Sebab, besi milik Dinas PUPR PRKP Tuban yang hilang banyak.
Terkait dengan adannya dugaan penganiayaan tersebut, Kapolres Tuban, AKBP Suryono, mengatakan jika proses perkara pencurian besi terhadap terdakwa B sudah tahap dua, dan sudah proses persidangan.
Soal pengakuan dari istri terdakwa terkait dugaan penganiayaan oleh oknum penyidik, ia mempersilakan untuk membuat laporan.
“Silakan laporan. Sampai saat ini kita belum menerima laporan terkait dengan dugaan itu. Bila nanti ada, ya kita tindak lanjuti. Kita akan tindak lanjuti jika ada laporan dari pihak keluarga atau pihak yang dirugikan,” ucapnya.
Menanggapi proses persidangan terdakwa, Plh Kasi Intel Kejari Tuban, Yogi Natanael Christanto/Kasi Pidsus Kejari Tuban, mengatakan pihaknya hanya bisa menyampaikan terkait penuntutan.
Dalam proses persidangan, saat ini JPU telah menyampaikan tanggapan dari eksepsi penasihat hukum terdakwa.
Sementara terkait penyidikan, pihaknya tidak bisa menanggapi, karena hal tersebut sudah diputuskan dalam putusan praperadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
“Namun yang perlu kami tanggapi, perihal eksepsi yang telah dibacakan JPU, seperti halnya dakwaan prematur, dan dasar pembuatan dakwaan, itu berdasarkan dari BAP yang cacat hukum. Satu hal yang bisa kita tanggapi kaitan masalah itu, bahwa hal-hal tersebut telah masuk dalam ranah penuntutan. Sehingga mari bersama kita buktikan saja, seperti apa nanti pada saat penuntutan atau JPU akan membuktikan atas dakwaan JPU,” beber Yogi.
“Kaitan masalah pasal yang harus didakwakan, itu ranahnya pada saat pembuktian. Sehingga mari kita ikuti bersama, kawal bersama, seperti apa jalannya persidangan,” tuturnya menambahkan.
Karena kalau harus mundur lagi ke penyidikan, Yogi merasa tidak relevan. Pasalnya, kasus ini telah dilimpahkan ke kejaksaan, sehingga menjadi penuntutan dengan dasar adanya putusan praperadilan kemarin.
“Sidang kali ini adalah proses atas tanggapan eksepsinya PH. Mari bersama kita lihat dan kawal seperti apa proses pembuktian nanti ke depan. Satu Minggu ke depan ini ada proses putusan sela, jadi mari sama-sama kita tunggu hasil penilaian dari hakim,” katanya.@red