Jakarta , Ronggolawe News – Pengamat hukum tata negara, Feri Amsari heran jika ada pihak yang menilai surat amicus curiae atau sahabat pengadilan yang dikirim Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai konflik kepentingan.
“Kalau konflik kepentingan Bu Mega dicaci maki, pertanyaan besarnya, kenapa tidak dibicarakan konflik kepentingan antara presiden, paman dan Gibran. Jelas sekali konflik kepentinganannya,” kata Feri dalam dikskusi bertajuk “Landmark Decision MK” di Kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
“Begitu Bu Mega langsung ingat konflik kepentingan. Begitu Paman Usman dan Gibran yang jelas-jelas konflik kepentingan, lupa,” ujar dia.
Anwar Usman memutus putusan terkait gugatan batas usia minimal cawapres nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan ini membuka jalan Gibran maju menjadi wakil presiden (wapres) meski masih berusia 36 tahun. Putusan ini menuai kritik publik hingga akhirnya Majelis Kehormatan MK menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Menurut Feri, tak ada kaitannya amicus curiae Megawati dengan konflik kepentingan. Ia menilai, Megawati memiliki hak untuk mengirimkan amicus curae kepada MK terkait sidang hasil penetapan Pilpres 2024.
Sebab, amicus curae memang bukan dilakukan oleh pihak peserta pilpres yang berperkara di MK, melainkan oleh pihak luar yang ingin menyampaikan rasa keadilan. “Bu Mega dan partainya bukan peserta pemilu. Dia tidak bisa menjadi pihak. Yang menjadi pihak adalah calon presiden. Oleh karena itu bu mega boleh kok menjadi salah satu orang yang mengirimkan amicus curae sebagai sahabat peradilan,” ucap Feri.
Dokumen amicus curiae Megawati diserahkan melalui Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang didampingi Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat dan Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis.
Dalam dokumen yang disebarkan oleh PDI-P, isi amicus curiae yang disampaikan Megawati tak berbeda jauh dari artikel opininya yang dipublikasikan di Harian Kompas beberapa waktu lalu.
Namun, Megawati menambahkan tulisan tangan yang berisi pesan agar MK mengambil putusan yang menjaga kehidupan demokrasi di Indonesia. “Rakyat Indonesia yang tercinta, marilah kita berdoa, semoga ketuk palu Mahkamah Konstitusi bukan merupakan palu godam melainkan palu emas,” kata Hasto membacakan tulisan Megawati.
“Seperti kata Ibu Kartini pada tahun 1911, ‘habis gelap terbitlah terang’, sehingga fajar demokrasi yang telah kita perjuangkan dari dulu timbul kembali dan akan diingat terus menerus oleh generasi bangsa Indonesia,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, tulisan tersebut adalah perasan dari perasaan yang sudah dikontemplasikan oleh Megawati. Dia menyebutkan, amicus curiae ini diberikan tak lepas dari praktik kecurangan masif dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang menurutnya dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. “Ketika kita menghadapi kegelapan demokrasi akibat abuse of power yang dilakukan oleh Presiden Jokowi akibat kepentingan nepotisme untuk anak dan keluarganya, maka menciptakan suatu kecurangan masif dan penggunaan sumber daya negara serta alat-alat negara,” kata Hasto.