Tuah : Keris dapur Semar termasuk langka dan sulit dijumpai karena jaman dulu Keris ini hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja (Ki Anto Sutanto)
Tuban, Ronggolawe News – Bagi masyarakat Jawa, Semar memiliki arti khusus dan sangat di sakral kan. Semar merupakan perwujudan atau simbol dari pandangan dan sikap orang Jawa terhadap kehidupan.
Dalam kepercayaan Kejawen, Semar di anggap sebagai simbol tertinggi dari “Danyang” (Dewa) penjaga Tanah Jawa yang membawa keselarasan atau keharmonisan dengan alam semesta.
Ki Anto Sutanto. Salah seorang tokoh Pemerhati Kabudayan Jawa pada Media Ronggolawe News mengungkapkan bahwa Dalam bentuk pusaka. Semar di anggap hidup, bukan hanya karena daya linuwihnya saja tetapi juga karena nilai-nilai falsafah yang memberikan inspirasi dan daya sugesti terhadap pengagemnya.
Dalam cerita pewayangan Semar di anggap sebagai titisan Dewa yang bertugas menjadi Pamomong (Punakawan) para ksatria Pandawa dalam menjalani dharma-nya. Hanya ksatria sejati yang akan di emong oleh Semar.
“Semar biasanya dimintai nasehat oleh Pandawa dalam mengambil setiap keputusan mengenai masalah yang di anggap penting dan mendesak,” terang tokoh kelahiran Tuban itu.
Sebagai punakawan yang tertua, menurut Ki Anto Sutanto. Semar tidak memiliki keinginan untuk memegang kekuasaan duniawi seperti kebanyakan sifat Manusia. Hal ini dikarenakan kekuasaan bisa mengubah watak, situasi sekaligus dapat mencelakakan.
“Semar dapat mencapai tujuannya secara efektif dengan cara memberi contoh sebagai metode pengajarannya tanpa bermaksud mengusai orang lain atau untuk tujuan duniawi seperti harta benda dan kekuasaan,” tegasnya.
Sebagai pemerhati Tosan aji, Ki Anto Sutanto menggambarkan bahwa Semar adalah Sebagai tokoh wayang yang bijaksana dan memiliki banyak keunggulan sifat pribadi, kemudian banyak masyarakat Jawa yang menjadikan Semar sebagai sosok ideal yang patut dijadikan panutan dalam menjalani kehidupan.
Bahkan kehadiran Semar dalam kehidupan nyata sering ditunggu-tunggu di saat kondisi Negara semakin kacau, kesengsaran dan penindasan oleh kaum kuat terhadap kaum yang lemah semakin merajalela, moral dan etika tidak lagi di indahkan, para pemimpin hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongannya tanpa memperdulikan kondisi rakyat yang semakin tertindas dengan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat bawah.
Apalagi kondisi saat ini yang bertepatan dengan Pemilukada. Maka masyarakat harus waspada terhadap segala modus dan cara yang kurang beretika.
“Pilihlah pemimpin yang menurut anda bijaksana, beretika dan bekerja benar – benar untuk rakyat dan bukan hanya pencitraan,” pesannya menutup.
@bima