Tuban, Ronggolawe News —
Badai fiskal kembali menghantam Kabupaten Tuban. Pemerintah pusat memangkas Transfer Keuangan ke Daerah (TKD) hingga Rp 611 miliar dalam rancangan APBN 2026. Akibatnya, struktur keuangan daerah Tuban terguncang hebat.
Dampaknya langsung terasa: belanja pegawai melambung di atas batas 30 persen, tanpa ada tambahan gaji atau pegawai baru sekalipun.
TKD Terpangkas, Persentase Belanja Pegawai Naik Otomatis
Sebelum pemangkasan, pos belanja pegawai Pemkab Tuban sudah disusun ketat — sekitar Rp 917 miliar atau 29,5 persen dari total pendapatan daerah. Angka ini dipertahankan di bawah ambang batas aman, sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Namun kebijakan pusat memangkas dana TKD sebesar Rp 611 miliar, dua kali lipat dari proyeksi awal, membuat neraca keuangan Tuban jungkir balik.
“Begitu dana transfer berkurang, otomatis proporsi belanja pegawai naik. Itu rumus sederhana tapi sangat menekan fiskal daerah,” ujar Sekda Tuban, Budi Wiyana, dikonfirmasi Ronggolawe News, Kamis (16/10/2025).
Disiplin Fiskal Terguncang: Dari 40 Persen Turun ke 29,5 — Kini Naik Lagi
Ironinya, badai ini datang saat Pemkab Tuban baru saja menata ulang keuangan agar lebih sehat.
Beberapa tahun lalu, porsi belanja pegawai sempat menembus 40 persen, namun berhasil ditekan di bawah 30 persen berkat kepemimpinan Bupati Aditya Halindra Faridzky (Mas Lindra).
Langkah-langkah disiplin seperti pembatasan ASN dan PPPK, serta efisiensi operasional, menjadi kunci. Kini, capaian itu terancam tergerus.
“Mas Bupati tetap menekankan agar belanja pegawai tidak melewati batas 30 persen. Tapi kondisi sekarang memaksa kami berhitung ulang,” tambah Budi.
Dilema Mas Lindra: Menjaga Gawang Anggaran di Tengah Badai TKD
Dengan pemangkasan sebesar itu, Pemkab Tuban harus memutar otak. Menambah pegawai baru bukan solusi—justru bisa memperparah beban keuangan.
Langkah realistis: penataan ulang anggaran, pemangkasan belanja rutin, dan pengetatan semua lini birokrasi.
Namun di sisi lain, pendapatan daerah terus tertekan, sementara gaji ASN dan PPPK tidak bisa dikurangi. Inilah dilema klasik yang menjerat hampir semua daerah: pendapatan anjlok, beban tetap, ruang fiskal makin sempit.
Fakta Angka di Balik Tekanan Fiskal Tuban:
KomponenNilai / Persentase
Pemangkasan TKD (R-APBN 2026)Rp 611 Miliar
Alokasi Belanja Pegawai (R-APBD 2026)**Rp 917 Miliar (29,5%)
Batas Maksimal Belanja Pegawai30% dari Pendapatan Daerah
Proporsi Setelah PemangkasanDipastikan Melebihi 30%
Risiko: Peringatan Administratif hingga Hambatan Pembangunan
Jika rasio belanja pegawai melewati ambang batas 30 persen, konsekuensinya tidak main-main. Pemkab bisa kena sanksi administrasi hingga pembatasan belanja tertentu. Lebih jauh lagi, pembangunan dan pelayanan publik berpotensi tersendat.
Kondisi ini sekaligus menjadi ujian nyata bagi kepemimpinan Mas Lindra.
Apakah strategi fiskal yang selama ini diterapkan masih cukup kuat menghadapi tekanan besar dari pusat?
“Kami sedang menata ulang struktur anggaran agar tetap aman. Targetnya, meski TKD terpangkas, belanja pegawai bisa dikendalikan,” tegas Sekda Tuban.
Catatan Tajam Ronggolawe News:
Pemangkasan TKD seharusnya menjadi alarm bagi semua kepala daerah — bukan sekadar menyesuaikan angka, tapi membenahi mindset fiskal.
Pemerintah daerah dituntut kreatif mencari sumber pendapatan baru, bukan terus bergantung pada transfer pusat.
Namun faktanya, rakyat kecil tetap menjadi korban pertama setiap kali fiskal daerah terguncang: layanan publik tersendat, bantuan sosial tertunda, dan pembangunan infrastruktur terhambat.
Tuban kini berada di persimpangan:
Menjaga disiplin fiskal atau mengorbankan pelayanan publik demi menambal APBD yang bocor akibat kebijakan pusat.
📰 Ronggolawe News – Mengabarkan Fakta, Menggugat Ketimpangan.
Laporan: Tim Investigasi Ekonomi dan Kebijakan Publik






























