Surakarta, Ronggolawe News — Konflik internal mengenai suksesi Keraton Kasunanan Surakarta kembali memanas. Putri sulung mendiang PB XIII, GKR Timoer Rumbay Kusuma Dewayani, secara terbuka menolak penobatan adiknya, KGPH Hangabehi (Mangkubumi) sebagai Pangeran Pati, yang berarti calon Raja Keraton.
Timoer menilai keputusan itu sebagai bentuk pengingkaran terhadap komitmen keluarga inti mengenai penerus takhta yang telah ditetapkan sebelumnya.
“Saya sedih. Gusti Mangkubumi bisa berkhianat terhadap kakak-adik kandungnya sendiri,” tegas Timoer, Kamis (13/11/2025).
Menurut Timoer, kesepakatan keluarga telah ditegaskan dalam pertemuan penting yang melibatkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Gubernur Jateng Ahmad Luthfi, Wali Kota Solo Respati Ardi, dan mantan Wali Kota Teguh Prakosa.
Kesepakatan Keluarga: Pangeran Adipati Anom Hamangkunagoro Sebagai Putra Mahkota
Dalam forum tersebut, keluarga menyetujui bahwa KGPAA Hamangkunagoro (Gusti Purboyo) adalah satu-satunya figur yang disepakati sebagai putra mahkota dan penerus PB XIII.
“Sudah jelas disebutkan saat rapat: putra mahkota adalah Pangeran Adipati Anom Hamangkunagoro. Semua sepakat,” ujar Timoer.
Ia juga menilai rapat yang mengangkat Hangabehi sebagai penerus tak memenuhi standar adat maupun legitimasi keluarga.
Tak satu pun putra–putri PB XIII hadir, kecuali Hangabehi sendiri.
Dari pihak PB XII, hanya 6 dari 23 orang hadir, dan 2 di antaranya walk out.
Timoer menegaskan bahwa fakta tersebut sudah menunjukkan lemahnya dasar hukum maupun adat dari penetapan tersebut.

Dua Kubu, Dua Raja: PB XIV Versi Hangabehi vs PB XIV Versi Gusti Purboyo
Situasi kini memasuki fase paling rumit dalam sejarah suksesi Keraton Surakarta pasca wafatnya PB XIII.
- Kubu Hangabehi
Didukung oleh rapat keluarga besar yang difasilitasi Maha Menteri KGPA Tedjowulan.
Mengklaim paugeran yang mengutamakan putra laki-laki tertua bila tidak ada permaisuri.
Hangabehi menyatakan diri sebagai PB XIV.
- Kubu Gusti Purboyo
Putra bungsu dari permaisuri ketiga PB XIII.
Telah dinobatkan sebagai Putra Mahkota pada masa PB XIII.
Akan melaksanakan Jumenengan Dalem Binayangkare Pakubuwana XIV pada Sabtu (15/11), dengan persiapan 70%.
GKR Timoer memastikan Jumenengan tetap jalan sesuai rencana.
Gusti Moeng: Rapat Bertujuan Menyatukan Sentana
Sementara itu, GKR Koes Moertiyah (Gusti Moeng) menegaskan rapat keluarga besar yang berlangsung Kamis itu bertujuan menyatukan sentana dan abdi dalem, sekaligus mempertegas siapa yang dianggap memenuhi paugeran suksesi.
Menurut Gusti Moeng:
Paugeran menempatkan putra laki-laki tertua sebagai penerus bila tidak ada permaisuri.
Ia mempertanyakan keabsahan “surat wasiat” yang diklaim mendukung Purboyo.
Ia tidak mempermasalahkan Jumenengan Purboyo, namun menegaskan pihaknya menunggu 40–100 hari setelah wafatnya PB XIII sebelum memberi legitimasi atas suksesi.
Gusti Moeng menegaskan bahwa dirinya dan Hangabehi tidak akan hadir di acara jumenengan Purboyo.
Hangabehi Bungkam, Tedjowulan: Keraton Milik Trah PB I–XIII
Ketika dimintai tanggapan, KGPH Hangabehi memilih irit bicara.
“Tunggu saja. Akan ada pemberitahuan resmi dari keraton,” ujar Hangabehi singkat.
Sementara Jubir Tedjowulan menyampaikan bahwa Keraton Surakarta adalah milik trah PB I–XIII, dan hasil rapat akan segera disampaikan ke pemerintah.
Kesimpulan: Dualisme Takhta Keraton Surakarta Menguat
Dengan dua versi PB XIV yang sama-sama mengklaim legitimasi:
Hangabehi atas dasar paugeran putra tertua,
Purboyo atas dasar penetapan PB XIII dan kesepakatan keluarga inti.
Pegiat Sejarah Tanggapi Dualisme Takhta di Keraton Solo: Keraton Milik Dinasti, Bukan Perorangan
Ketegangan di Keraton Kasunanan Surakarta pasca mangkatnya Sinuhun Pakubuwono (PB) XIII terus berlanjut dengan munculnya dua kubu yang saling mengklaim takhta.
Pegiat sejarah R. Surojo menegaskan, suksesi seharusnya ditempuh melalui musyawarah besar keluarga keraton dengan menjunjung tinggi kearifan, bukan lewat tindakan sepihak yang justru memperuncing perpecahan.
Ia menilai langkah pengukuhan raja baru di hadapan jenazah PB XIII tidak mencerminkan etika maupun tata nilai luhur keraton yang diwariskan para leluhur. Menurutnya, penyelesaian sengketa ini harus kembali berpijak pada prinsip dasar dinasti, bahwa keraton merupakan warisan bersama, bukan milik pribadi atau kelompok tertentu.
R Surojo: Suksesi Harus Lewat Musyawarah Keluarga
Dalam pernyataannya, R. Surojo menilai langkah pihak tertentu yang langsung mengklaim diri sebagai raja baru setelah PB XIII mangkat sangat tidak pantas. “Sebenarnya, pada saat PB XIII mangkat, saya sudah menyampaikan bahwa seyogianya suksesi itu dimusyawarahkan, mengingat Sinuhun baru saja sedo (meninggal, red),” ujarnya, Kamis (13/11/2025).
Ia menilai tindakan aklamasi di depan jenazah raja sebagai bentuk pelanggaran adab. “Etika dan adab itu harus diperhatikan. Setidaknya 40 hari dulu baru dimusyawarahkan. Jangan sampai ada salah satu pihak yang mengklaim dulu,” katanya.
Dualisme di Keraton Surakarta Semakin Panas Namun, kenyataannya, lanjut dia, putra mahkota mengaklamasikan diri sebagai Pakubuwono XIV sebelum jenazah ayahandanya dimakamkan. “Ini kan tidak etis. Jenazah belum dikebumikan kok sudah rebut warisan,” tegasnya.
Keputusan Musyawarah Agung Harus Dihormati R. Surojo menjelaskan, situasi ini mendapat tanggapan dari Maha Menteri KGPA Tedjowulan, yang berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri ditunjuk sebagai pengelola Keraton Kasunanan Surakarta. “Dari SK tersebut memang Tedjowulan yang ditunjuk sebagai pengelola keraton. Karena itu, beliau bereaksi karena langkah sepihak tersebut tidak sesuai dengan kaidah,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, Tedjowulan menginisiasi Musyawarah Agung yang melibatkan seluruh keluarga dan kerabat keraton. Dalam forum tersebut, muncul kesepakatan untuk menunjuk Gusti Pangeran Haryo (GPH) Hangabehi sebagai pengganti ayahandanya, PB XIII.
“Dalam Musyawarah Agung ini mengerucut nama Gusti Pangeran Haryo Hangabehi sebagai pengganti ayahandanya, Pakubuwono XIII,” kata Surojo. Ia menegaskan, keputusan hasil musyawarah seharusnya dihormati semua pihak, termasuk kubu Purboyo, karena keraton merupakan lembaga dinasti, bukan warisan pribadi.
“Mestinya pihak Purboyo menerima, karena keputusan ini berasal dari Musyawarah Agung. Tidak ada alasan untuk menolak, karena bagaimanapun juga keraton ini milik dinasti, bukan milik perorangan atau satu keluarga,” tegasnya.
Menurut Surojo, prinsip dasar dalam keraton adalah mufakat dan kebersamaan antar keluarga besar Dinasti Mataram Surakarta. “Karena milik dinasti, seluruh keluarga perwakilan dalam dinasti berembuk. Itu yang harus dipegang agar marwah keraton tetap terjaga,” pungkasnya.
Keraton Surakarta kini memasuki babak baru dualisme kekuasaan yang berpotensi memicu ketegangan adat, politik, hingga hukum.
Ronggolawe News akan terus memantau perkembangan Jumenengan Purboyo pada 15 November dan respons resmi pemerintah terhadap klaim suksesi ganda ini.






























