Solo, Ronggolawe News —
Peresmian Panggung Sanggabuwono dan revitalisasi Museum Keraton Surakarta oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, Selasa (16/12/2025), menjadi penanda penting bagi pelestarian warisan budaya nasional. Namun di balik seremoni negara tersebut, absennya Paku Buwono XIV Purbaya kembali menegaskan bahwa persoalan internal Keraton Solo belum sepenuhnya menemukan titik temu.
Peresmian berlangsung di Bangsal Semorokoto, jantung Keraton Surakarta, dan dihadiri sejumlah pejabat serta tokoh penting.
Fadli Zon tiba sekitar pukul 18.10 WIB didampingi Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Restu Gunawan serta Wali Kota Solo Respati Ardi. Dari unsur keraton, hadir Mahamenteri KGPA Tedjowulan, Paku Buwono XIV Mangkubumi, Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) GKR Wandansari Koes Moertiyah, serta Tim Lima revitalisasi Panggung Sanggabuwono dan Museum Keraton.
Nama Paku Buwono XIV Purbaya, yang selama ini menjadi salah satu poros dualisme kepemimpinan Keraton Solo, tidak tercatat dalam daftar kehadiran—baik dalam acara wilujengan dukutan maupun peresmian resmi.
Lebih dari Bangunan Fisik
Dalam sambutannya, Fadli Zon menegaskan bahwa peresmian Panggung Sanggabuwono bukan sekadar peristiwa administratif atau simbolik.
“Kita tidak hanya meresmikan bangunan fisik, tetapi meresmikan ingatan kolektif bangsa. Panggung Sanggabuwono adalah saksi perjalanan sejarah yang sangat panjang,” ujar Fadli.
Ia mengingatkan bahwa bangunan yang didirikan pada era Paku Buwono III sekitar tahun 1780-an itu pernah menjadi menara tertinggi di Pulau Jawa, sekaligus bagian tak terpisahkan dari kompleks Keraton Surakarta yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional sejak 2017.
Selain itu, Menteri Kebudayaan juga meresmikan tata pamer baru Museum Keraton Solo yang telah direvitalisasi sesuai standar permuseuman modern. Penataan ulang meliputi rekonstruksi narasi sejarah, display artefak, pengaturan pencahayaan, temperatur, hingga pewarnaan ruang.
“Pengunjung kini diharapkan tidak hanya melihat benda, tetapi memahami cerita dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya,” kata Fadli.
Keraton Masih Butuh Penanganan Lanjutan
Mahamenteri KGPA Tedjowulan dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa revitalisasi Panggung Sanggabuwono dan Museum Keraton baru merupakan tahap awal. Ia menyebut masih banyak kawasan penting di dalam Keraton Solo yang membutuhkan penanganan serius.
“Ndalem Ageng, Keraton Kilen, Bandengan, hingga Keputren masih memerlukan perhatian khusus. Kami berharap pemerintah terus mendampingi upaya pelestarian ini,” ujarnya.
Tedjowulan juga menjelaskan bahwa sejak awal revitalisasi, pihak keraton membentuk Tim Lima sebagai tim internal, yang kala itu melibatkan Sri Susuhunan Paku Buwono XIII (alm), dirinya, serta GKR Wandansari Koes Moertiyah.
Absensi yang Sarat Makna
Meski peresmian berlangsung khidmat, absennya PB XIV Purbaya menjadi sorotan tersendiri. Padahal, sehari sebelumnya, dua kubu Keraton Solo—Mangkubumi dan Purbaya—sempat bertemu dalam forum koordinasi di Balai Kota Solo bersama Pemkot Surakarta untuk membahas agenda peresmian.
Fakta bahwa hanya satu kubu yang hadir penuh dalam acara peresmian dinilai memperlihatkan bahwa dialog internal keraton masih menyisakan jarak. Negara, dalam hal ini Kementerian Kebudayaan, tampil sebagai fasilitator pelestarian budaya. Namun rekonsiliasi kultural dan kepemimpinan tetap menjadi pekerjaan rumah keluarga besar Keraton Surakarta.
Antara Warisan dan Masa Depan
Peresmian Panggung Sanggabuwono menegaskan komitmen negara menjaga cagar budaya. Namun peristiwa ini juga mengingatkan bahwa bangunan bersejarah tidak pernah berdiri sendiri—ia hidup bersama dinamika manusia, kekuasaan, dan tradisi yang mengitarinya.
Bagi Keraton Solo, panggung telah kembali berdiri megah. Pertanyaannya kini, apakah seluruh elemen keraton siap berdiri bersama di atasnya, demi menjaga marwah budaya yang diwariskan lintas generasi.






























