Bojonegoro, Ronggolawe News – Industri rumahan yang memberi dampak ekonomi bagi warga. Menjadikan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur memiliki segudang potensi desa.
Salah satunya industri pembuatan tempe di Desa Kedungadem, Kecamatan Kedungadem.
Di sebuah rumah, terlihat beberapa ember terisi kedelai. Baik yang belum dikupas maupun yang sudah proses perebusan, pengupasan, perendaman, pengasaman, pencucian hingga inokulasi dengan ragi dan pembungkusan.
Tepatnya di rumah Sutopo. Ia bersama istrinya, Warsih, membuat tempe. Usaha rumahan itu sudah berjalan kurang lebih 8 tahun. Sutopo mengatakan resep tempe khas Kedungadem ini turun temurun lintas generasi.
“Semua saya dan istri yang mengerjakan,” ujarnya saat berada di ruang tamu kediamannya. Kala itu hujan cukup deras.
Sutopo mengatakan, dia bersama istri menghasilkan sekitar 20 kg sekali produksi. Sementara saat sebelum pandemi dan harga kedelai naik, ia dapat memproduksi sekitar 40 kg bahkan lebih. Ukuran tempe khas Kedungadem ini sekitar 25 cm dengan lebar 5 cm ketebalan 3 cm. Tiap lonjor tempe seharga Rp3.000 hingga Rp5.000 tergantung panjang tempe.
“Prosesnya sama seperti yang lain, hanya saja kami menggunakan kedelai tanpa campuran apapun. Mungkin itulah yang membuat rasa tempe khas Kedungadem berbeda dengan tempe lainnya. Kalau tempe lain ada rasa asam-asamnya. Kami murni menggunakan kedelai,” pungkasnya.
Berprofesi selain petani, dirinya juga menjadi salah satu produsen tempe yang mendistribusikan sekitar Kecamatan Kedungadem. Sebagian besar pembeli berasal dari pasar Kedungadem atau bakul rengkek keliling.
Penikmat tempe khas Kedungadem bukan hanya berasal dari kecamatan saja. Beberapa tetangga yang merantau ke luar daerah, setiap pulang kampung pun mencari tempe khas Kedungadem bikinan Sutopo. Rasanya yang gurih tanpa ada rasa asam dan bau menjadi kuliner desa yang selalu disajikan warga Kecamatan Kedungadem.(wan)