Mojokerto, Ronggolawe News – Di tengah meningkatnya keluhan masyarakat terkait praktik penarikan sepeda motor oleh perusahaan pembiayaan, gelombang kritik kini menguat di Mojokerto. Sejumlah organisasi masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen resmi turun ke jalan dalam aksi damai untuk menuntut perbaikan layanan dan menghentikan praktik intimidatif oleh oknum debt collector FIF Finance Cabang Mojokerto Kota.
Kasus penarikan paksa yang kerap terjadi—bahkan saat tunggakan baru berlangsung 2–3 bulan—menjadi pemicu utama aksi ini. Padahal, secara hukum, eksekusi objek jaminan fidusia tidak dapat dilakukan secara sepihak, apalagi dengan cara-cara yang mengandung unsur perampasan dan tekanan psikologis.
Namun, di lapangan, sejumlah konsumen mengaku kendaraan mereka “disergap” tanpa menjalani prosedur formal, tanpa putusan pengadilan, dan tanpa menunjukkan sertifikat fidusia. Situasi ini membuat eskalasi persoalan meningkat hingga berujung pada sejumlah laporan resmi.
Organisasi Masyarakat Turun Jalan: Masalah FIF Dinilai Sudah Sistemik
Aksi damai yang akan digelar pada 21–22 November 2025 ini dipelopori oleh MADAS, LIRA, dan LPKMA DPC Mojokerto, serta didukung elemen masyarakat lainnya. Berdasarkan surat pemberitahuan resmi kepada Kapolres Mojokerto Kota, aksi dipusatkan di depan kantor FIF Finance Cabang Mojokerto Kota dengan estimasi peserta 300–400 orang.
Para penggerak aksi menyebut bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat bukan lagi insiden personal, tetapi sudah masuk kategori masalah sistemik yang membutuhkan langkah evaluasi besar dari manajemen FIF secara nasional.
LBH CCI Menyatakan Siap Turun Gunung
Dinamika semakin menguat ketika LBH CCI (Lembaga Bantuan Hukum Consumer Credit Indonesia) menyampaikan dukungan penuh dan siap memberikan pendampingan hukum.
Bagi para aktivis perlindungan konsumen, kehadiran LBH CCI menjadi sinyal bahwa kasus-kasus serupa telah terjadi di berbagai daerah dan membutuhkan intervensi serius dari regulator dan aparat penegak hukum.
“Ketika konsumen terus-menerus dirugikan melalui mekanisme penagihan yang mengandung paksaan, maka itu bukan lagi layanan, tetapi bentuk intimidasi. Itu harus dihentikan,” ujar seorang perwakilan LBH CCI.
Tuntutan Aksi: Stop Intimidasi, Terapkan Prosedur Hukum, dan Perbaiki Layanan
Dalam pernyataan resminya, Musliman, Koordinator Aksi dari MADAS DPC Mojokerto, menegaskan bahwa masyarakat tidak menolak aturan maupun kewajiban membayar. Namun, cara berkomunikasi, fleksibilitas, serta profesionalitas FIF dinilai buruk dan menimbulkan ketidaknyamanan konsumen.
“Kami mendesak manajemen FIF untuk lebih fleksibel, komunikatif, dan humanis dalam menghadapi keterlambatan pembayaran. Penanganan tidak boleh memakai tekanan, apalagi merampas kendaraan begitu saja,” tegasnya.
Aksi dua hari tersebut akan diisi dengan orasi, pemasangan spanduk, dan penyampaian aspirasi secara terbuka, namun tetap mengedepankan ketertiban dan kedamaian.
Mendorong Layanan Pembiayaan yang Berkeadilan
Dengan semakin banyaknya laporan mengenai penarikan unit kendaraan secara sepihak, aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, melainkan bentuk kontrol sosial untuk memastikan perusahaan pembiayaan tunduk pada undang-undang, menghormati hak konsumen, dan memperbaiki kualitas layanannya.
Dengan dukungan penuh dari LBH CCI, masyarakat berharap aksi ini menjadi momentum perubahan bagi jenis layanan pembiayaan yang lebih transparan, adil, dan bebas intimidasi.
Gerakan sosial ini bukan hanya perjuangan konsumen Mojokerto—ini merupakan peringatan keras bahwa kepatuhan terhadap prosedur hukum adalah harga mati.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan





























