Tuban, Ronggolawe News – Organisasi Profesi Wartawan yang tergabung dalam wadah Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) DPC Tuban mengadakan rapat koordinasi untuk yang pertama kalinya setelah terjadi pembagian wilayah.
Sebelumnya, tiga kabupaten yaitu Tuban, Bojonegoro dan Lamongan terbentuk didalam AWDI Korwil Pantura, tetapi karena keanggotaan di masing-masing daerah telah memenuhi unsur jumlah pengurus, maka Bojonegoro dan Tuban telah berdiri sendiri-sendiri.
Hal itu disampaikan oleh Ketua AWDI DPC Tuban Anto Sutanto pada Rapat kordinasi pengurus yang diselenggarakan di Kediaman Supadi yang berada di Gesikharjo Palang Tuban. Sabtu. 18/06/2022.
Dalam pertemuan tersebut, Anto Sutanto bersama seluruh anggota AWDI DPC Tuban selain membahas Rencana Strategi kegiatan Organisasi juga mengupas dan memaparkan perkembangan berita seputar kebijakan Dewan Pers yang tetap memaksakan diri untuk mematangkan statemennya terkait wartawan harus sudah UKW dan Media harus sudah terdaftar di Dewan Pers.
Pemimpin Redaksi Media Ronggolawe News itu menjabarkan jika Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh sendiri dengan tegas memberikan pernyataan bahwa Dewan Pers tidak pernah meminta harus Verifikasi Media menjadi syarat kerjasama dengan Pemerintah Kota atau Daerah, institusi Polri – TNI selama positif bekerjasama sesuai tupoksinya.
Dewan Pers tidak pernah mengeluarkan surat bahkan tidak mempermasalahkan media yang belum terverifikasi / terfaktual, selama media tersebut telah berbadan hukum PT khusus Pers dan ada penanggung jawab serta alamat kantor jelas dan profesional. Pernyataan Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh itu disampaikan kepada media dalam diskusi dengan beberapa Pimpinan Media Cetak, elektronik maupun siber di Hotel Ratna Inn, Banjarmasin, Kamis (06/02/2020).
“Dewan Pers tidak pernah melarang atau meminta Pemerintah Kota atau Daerah, institusi Polri – TNI untuk tidak bekerjasama dengan perusahaan media yang belum terfaktual oleh Dewan Pers, asal sudah berbadan hukum PT Khusus Pers silahkan, sesuai UU Pers no 40 tahun 1999,” tegas Muhammad Nuh.
Senada dengan Mohammad Nuh, Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch. Bangun, menyatakan “Tidak menjadi masalah setiap media melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kota atau Daerah, institusi Polri – TNI meski media tersebut belum terverifikasi Dewan Pers selama media tersebut telah berbadan hukum,” terang Hendry Ch.
Henry juga menyebutkan “Dewan Pers tidak pernah “Mengeluarkan Surat” yang menyatakan bahwa media yang boleh bermitra dengan pemerintah itu harus terverifikasi. Tidak ada surat itu. Terpenting bagi Dewan Pers, perusahaan media itu harus sudah berbadan hukum sesuai Undang-Undang Pers.Itu saja sebenarnya sudah cukup. Tidak perlu harus terverifikasi, semua bisa menyusul asal kinerja media tersebut profesional,” jelasnya.
Masih Henry, “Menyaratkan bahwa kerjasama kemitraan menggunakan anggaran APBD hanya dilakukan dengan media yang sudah berstatus terverifikasi administrasi atau terverifikasi faktual dari Dewan Pers. Tidak ada kata itu di UU Pers tapi jelas sekali dinyatakan di Pasal 15 ayat (2) butir g UU Pers, salah satu fungsi yang diemban Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers. Dan sebagai turunan dari butir g tersebut, maka pada 2008 lahir Peraturan Dewan Pers No. 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Perusahaan Pers yang kemudian diperbarui lagi dengan Peraturan Dewan Pers No. 3/Peraturan-DP/X/2019, 11 tahun berikutnya. Jadi dasar hukumnya jelas. Masyarakat pers diminta mengatur dirinya sendiri, apa yang dikenal sebagai prinsip swa regulasi, self regulation.
UU Pers adalah satu-satunya undang-undang yang tidak ada produk turunannya dari pemerintah akibat trauma di zaman Orde Baru, dimana Surat Keputusan Menteri Penerangan Harmoko lebih sakti dari UU yang berlaku (UU No.21 tahun 1982) untuk mengatur hidup mati sebuah media. Peraturan Dewan Pers merupakan produk dari masyarakat pers sendiri karena mulai usulan butir-butir masalah, pembahasan, perumusan, selalu melibatkan bahkan diinisiasi organisasi pers, dan ketika draft sudah mendekati final maka diadakan uji publik. Di sini seluruh pemangku kepentingan di luar pers pun diajak untuk memberi masukan, mengoreksi, dan memberikan sudut pandang nonpers agar saat nanti sudah menjadi aturan, dia benar-benar mewakili semua pihak terkait,” pungkasnya.
Merujuk pada pernyataan Mohammad Nuh dan Hendry Ch, Anto menegaskan.
“Wartawan itu harus patuh pada UU no. 40 Tahun 1999 dan Media atau perusahaan Pers yang berbadan hukum khusus Pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggungjawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan dan khusus penerbitan Pers ditambah nama dan alamat percetakan,” ungkap Anto.
Anto Sutanto menambahkan, wartawan itu didefinisikan sebagai orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik, berupa mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, serta menyampaikan informasi, baik berbentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun bentuk lainnya, dengan memanfaatkan media cetak, eletronik, atau jenis saluran lainnya.
“Dalam memperoleh fakta atas peristiwa yang sedang terjadi. Fakta ini bisa dilakukan oleh wartawan dengan datang langsung ke lokasi kejadian dan atau mewawancarai narasumber terkait, serta menemukan sumber yang kredibel dan bisa dipercaya, dan agar informasinya akurat, wartawan harus menemukan narasumber yang kredibel dan bisa dipercaya,” terang Anto.
Di akhir pertemuan, Anto Sutanto berharap agar semua awak media yang tergabung di Assosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) DPC Tuban senantiasa mengedepankan profesionalitas sebagai wartawan yang independen.
“Selalu mencari dan mencari ilmu yang sebanyak-banyaknya, sebagai bekal untuk menjadi seorang wartawan Profesional yang independen,” tegasnya.(puji)