Bagaimana nasib para wartawan yang memiliki UKW versi Dewan Pers yang sangat mereka banggakan hingga memandang sebelah mata pada rekan seprofesinya dari organisasi diluar konstituennya Dewan Pers. Bahkan insan pers yang tidak memiliki Sertifikat UKW versi Dewan Pers akan mereka anggap wartawan Bodrek, wartawan abal-abal dan sebagainya. Tidak sampai disitu, oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dari Lembaga dan Instansi Negara dan juga TNI-Polri akan menghadang awak media masuk ke kantornya guna meliput kegiatannya sebelum dapat menunjukkan UKWnya.
Sekarang Dewan Pers baru melangkah untuk penyusunan pembentukan SKKNI. Padahal beberapa waktu yang lalu Dewan Pers tidak mengakui LSP Pers Indonesia yang lebih dulu melaksanakan SKW dan telah memiliki SKKK versi BNSP dan Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Tuban, Ronggolawe News – Dewan Pers melayangkan surat edaran koordinasi yang berisi informasi yang ditujukan kepada organisasi konstituennya untuk membahas format Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) artinya Dewan Pers sudah sadar dan tobat akui akan kesalahannya selama ini terkait UKW-nya yang ilegal itu.
Ini edaran Dewan Pers yang beredar
Tapi sayangnya, kebijakan aturan keharusan hingga provokasi besar-besaran bahwa UKW-NYA adalah paling sah, bahkan sudah memakan korban hampir 20 ribuan peserta UKW yang habis dikuras uangnya saat mengikuti program abal-abal tersebut.
Dalam surat Edaran Dewan Pers mengajak dan mengkoordinir para ketua umum lembaga-lembaga anggota konstituennya untuk ikut membahas Tim Penyusunan Draf SKKNI bersama Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kemenkominfo RI guna penyusunan SKKNI Bidang Pers.
SKKNI adalah singkatan dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang dipersyaratkan oleh Kementerian Tenaga Kerja untuk setiap bidang keahlian/profesi. SKKNI ini akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan sertifikasi profesi atau kompetensi, baik dalam bentuk ujian maupun pemeriksaan portofolio peserta, yang penerapannya dilakukan melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Langkah Penyusunan pembentukan SKKNI adalah sebuah pemahaman maju bagi Dewan Pers yang sebelumnya hal tersebut dikesampingkan, termasuk tidak mengakui LSP Pers Indonesia yang lebih dulu memiliki SKKK versi BNSP dan Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Sudah barang tentu hal tersebut akan memudarkan ribuan pemegang sertifikat UKW Dewan Pers yang selama ini mereka terbitkan dan mereka agung-agungkan dan di bombardirkan di berbagai instansi dan institusi selama ini bisa dikatakan perbuatan cacat formil alias tidak berstandartkan SKKNI dengan prosedur yang benar.
Dan semua pemilik sertifikat UKW versi Dewan Pers harus wajib kembali mengikuti Sertifikasi Kompetensi Wartawan melalui prosedur yang benar dan legal di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) terkait yang terlisensi oleh BNSP.
Dengan demikian mereka bisa mendapatkan Sertifikat Kompetensi Wartawan yang diakui Negara, berlogo Garuda Pancasila, dan disahkan BNSP, sebagaimana yang sudah dimiliki wartawan yang telah mengikuti SKW melalui LSP Pers Indonesia.
Selama ini yang terjadi adalah Para Oknum Pemerintah baik itu pusat maupun Daerah, Lembaga dan Instansi, Polri maupun TNI selalu melarang wartawan yang tidak ber-UKW versi Dewan Pers untuk meliput kegiatan kantornya, mereka seolah dibutakan dengan aturan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Ketua Umum SWI, Dedik Sugianto Saat menjadi saksi persidangan gugatan Pers di Mahkamah Konstitusi menyatakan adanya UKW dan peraturan Dewan Pers membuat banyak Lembaga Pers dan Wartawan dirugikan. Hal itu tidak satupun dibantah oleh saksi ahli Dewan Pers.
Dedik Sugianto yang saat ini menjadi Asesor Sertifikasi Kompetensi Wartawan dari LSP-Pers mengomentari, bahwa Proses Dalam pelaksanaan Sertifikasi, LSP Harus melengkapi 2 persyaratan penting.1). Mempunyai SKKK atau SKKNI Teregistrasi ke Kementerian Tenaga Kerja. 2). Mempunyai Skema Terverifikasi BNSP.
Sedangkan Dewan Pers baru memulai menyusun SKKNI, “Jadi dari selebaran dan aturan DP itu sudah jelas, bahwa pelaksanaan UKW yang selama ini dilakukan DP tidak mempunyai Standart Kompeten, dan itu jelas merugikan yang sudah ikut UKW”.