Jakarta, Ronggolawe News – Pemerintah mulai mengetatkan pengawasan terhadap dapur-dapur penyedia Makan Bergizi Gratis (MBG) di seluruh Indonesia. Melalui Badan Gizi Nasional (BGN), pemerintah menegaskan akan menutup sementara seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Langkah ini bukan sekadar administratif, melainkan bentuk penegasan bahwa program nasional tak boleh berjalan di atas kelalaian kebersihan.
Wakil Kepala BGN Nanik Sudaryati Deyang mengatakan, pihaknya telah memberikan waktu 30 hari bagi pengelola SPPG untuk segera mengurus sertifikat ke Dinas Kesehatan masing-masing.
“Kami tidak ingin kompromi dengan urusan kebersihan. SPPG yang tidak segera mendaftar dalam 30 hari ke depan akan kami tutup sementara,” tegas Nanik, Selasa (11/11/2025).
Ia menambahkan, kebersihan dapur publik adalah isu sensitif yang menjadi perhatian langsung Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, dapur yang tidak higienis bisa menimbulkan risiko kesehatan serius bagi masyarakat penerima manfaat.
“SLHS bukan sekadar selembar kertas. Ini adalah jaminan bahwa makanan yang disajikan layak konsumsi, aman, dan bermartabat,” ujarnya.
Fakta di Lapangan: 10 Ribu Dapur Belum Mendaftar
Hasil evaluasi Tim Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga menunjukkan, dari lebih dari 14.000 SPPG yang beroperasi, baru sekitar 4.000 yang mendaftarkan SLHS.
Dari jumlah itu, hanya 1.287 dapur yang sudah dinyatakan layak dan memiliki sertifikat resmi.
Artinya, masih ada lebih dari 10.000 dapur MBG yang belum memenuhi ketentuan higienitas dasar.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan publik: di mana fungsi pengawasan daerah selama ini? Banyak pihak menilai lemahnya koordinasi antara Dinas Kesehatan dan pengelola SPPG menyebabkan mandeknya proses sertifikasi.
SLHS, Garis Pertama Pertahanan Kesehatan Masyarakat
SLHS diterbitkan oleh Dinas Kesehatan untuk menilai apakah fasilitas pengolahan makanan memenuhi standar sanitasi, kebersihan alat, air, dan pengelolaan limbah.
Sertifikat ini berlaku selama satu tahun dan wajib diperpanjang. Tanpa SLHS, operasional dapur MBG dianggap tidak memenuhi syarat kesehatan publik.
“Program besar seperti MBG tidak boleh menciptakan dapur-dapur instan yang abai pada standar kebersihan. Pemerintah perlu memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan berdampak nyata bagi kesehatan masyarakat,” tulis laporan evaluasi internal BGN yang diperoleh Ronggolawe News.
Langkah Tegas atau Gertakan Administratif?
Meski ancaman penutupan telah disampaikan, sejumlah pengamat kebijakan publik menilai BGN harus memastikan pengawasan di daerah berjalan nyata, bukan sekadar ancaman di atas kertas.
“Kalau BGN serius, harus ada mekanisme kontrol lapangan yang transparan. Jangan sampai dapur ditutup hanya di berita, tapi tetap beroperasi di belakang layar,” ujar salah satu pengamat kebijakan pangan yang enggan disebut namanya.
Infografis Rekomendasi (untuk versi visual)
Judul: “Status Kepatuhan SLHS Dapur MBG Nasional”
Isi visual:
Total SPPG: 14.000+ unit
Sudah mendaftar SLHS: 4.000
Sudah bersertifikat SLHS: 1.287
Belum mendaftar: ±10.000
Visual tambahan: ikon peta Indonesia dengan penanda warna merah untuk daerah rawan belum bersertifikat.
Kutipan tengah:
“Kebersihan bukan opsional — ini tanggung jawab moral dan hukum.” — Nanik Sudaryati Deyang






























