Banyuwangi, Ronggolawe News — Di tengah heningnya rimbun bambu di Papring, Kalipuro, kini lebih semarak dengan kehadiran pemuda desa yang laitahn bermain musik tradisional khas Banyuwangi, Mereka berkumpul di sebuah banguan gazebo bambu yang megah diberi nama Kampoeng Batara — singkatan dari Baca, Tanam, dan Berkarya.
 Tempat itu menjadi pusat perubahan sosial berkat sentuhan program Corporate Social Responsibility (CSR) dari Pertamina Tanjungwangi.

Bangunan bambu yang berdiri di tepi hutan itu dulunya hanya berupa bangunan kosong peninggalan warga. Namun sejak 2024, Pertamina Tanjungwangi bersama komunitas lokal dan kelompok pemuda Papring menjadikannya taman belajar rakyat.

“Anak-anak Papring sekarang semangat belajar. Mereka tak lagi takut ketinggalan, karena punya tempat yang mereka anggap rumah sendiri,” ujar Widie Nurmahmudy (50) inisiator dan pendiri Kampoeng Batara.

Selain infrastruktur, CSR Pertamina Tanjungwangi fokus membangkitkan potensi ekonomi lokal. Melalui pelatihan yang melibatkan warga, masyarakat diajari mengolah bambu menjadi produk kreatif seperti lampion, tas, cangkir, serta membatik dengan pewarna alami dari daun hutan Papring.

“Dulu kami hanya tahu bikin besek dan kipas. Sekarang kami belajar desain dan cara jual online,” kata Hadi (52) salah satu pengrajin bambu.
Produk-produk itu kini dijual di Gerai Produk Kampoeng Batara. Pertamina membantu menyediakan peralatan sederhana seperti mesin pres, oven bambu, dan pelatihan fotografi produk untuk pemasaran digital.

Tak berhenti pada ekonomi, program ini juga membawa misi lingkungan. Pertamina dan warga menginisiasi Gerakan Seribu Bambu untuk Air, yaitu kegiatan menanam kembali bambu di sekitar sumber mata air Papring yang mulai berkurang debitnya.
Sebanyak 1.500 batang bambu dan 300 pohon pelindung telah ditanam sejak awal 2025.
“Bambu bukan hanya bahan kerajinan. Ia penjaga tanah dan air. Kalau alamnya sehat, ekonomi juga ikut tumbuh,” ujar Widie Nurmahmudy lagi.

Kini Kampoeng Batara menjadi tempat yang hidup. Siang hari menjadi ruang belajar dan bengkel kerja, malam hari berubah menjadi tempat diskusi, pertunjukan musik bambu, atau pemutaran film edukatif.
“CSR Pertamina Tanjungwangi di Kampoeng Papring sangat memberi kebermanfaatan untuk kampung kami” ujar Hariadi ketua RW 2 Papring.

Dari desa di bawah kaki Gunung Ijen itu, menjadi contoh desa mandiri. Ia bukan datang dari kota, tapi tumbuh dari akar—dari masyarakat yang mau belajar, bekerja, dan menjaga lingkungannya.
Dan di balik semua itu, ada peran senyap CSR Pertamina Tanjungwangi yang memilih mendengar dulu, baru bertindak.
Papring pun kini dikenal bukan hanya sebagai kampung bambu, tapi kampung yang berdaya — kampung yang membaca, menanam, dan berkarya. Foto: Ivu Fajar Samsumar Ronggolawe News
 
  
  
	    	











 
		     
                
















