Lamongan, Ronggolawe News – Seorang Warga Desa Sugihwaras, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan, Aminul Wahib melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengurusan sertifikat tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024 ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan, Rabu (16/04/2025).
Ditemui di Kantor Kejaksaan Negeri Lamongan.Aminul Wahib mengungkapkan bahwa merujuk surat keputusan bersama (SKB) tiga kementerian, biaya pengurusan sertifikat PTSL yang dibebankan kepada masyarakat tidak lebih sebesar Rp. 150.000.000 per bidang atau bahkan gratis.
“Bila dibutuhkan tambahan biaya harus dilakukan mekanisme Musyawarah oleh pemerintahan desa (Kepala Desa, BPD) bersama para pemohon untuk membentuk Pokmas / Ketua Pokmas. Selanjutnya Pokmas beserta anggota melaksanakan musyawarah dan mensosialisasikan terkait kebutuhan tambahan biaya, mekanisme, dan teknis program PTSL. Hal tersebut dilaksaksanakan sebelum pelaksanaan proses sertifikat,” kata Wahib kepada awak media. Rabu (16/04/2025).
Bila ada yang beralibi Perbup (Peraturan Bupati), masih menurut Wahib, Itu lebih tinggi Permen 3 Mentri, dan perbup hanya menyarankan boleh menambah biaya akan tetapi harus mekanisme musyawarah bernotulen dan ada berita acaranya. Tapi yang terjadi di Desa Sugihwaras tidak seperti itu, biaya 800 ribu muncul setelah semua proses selesai. Bahkan pembentukan Pokmas sendiri tidak sesuai prosedur. Kepala Desa langsung menunjuk seseorang sebagai Ketua Pokmas dan langsung disampaikan bahwa Sertifikat bisa diterima dengan biaya 800 ribu, tanpa proses musyawarah terlebih dahulu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Wahib mengatakan pada saat itu juga pemohon langsung disodori surat penyataan perihal biaya dan batas waktu pembayaran biaya pengurusan PTSL. Namun setiap pemohon tidak diberi kwitansi pembayaran dengan anggapan tidak boleh ada kwitansi dan Copy Surat Pernyataan yang dimanipulatif.
“Sampai saat ini bagi pemohon yang tidak bisa membayar Rp 800 ribu maka sertifikatnya ditahan tidak diberikan dan ini merupakan kejahatan yang tidak sesuai dengan intruksi Presiden Republik Indonesia, hal itu merupakan penggelapan sertifikat Tanah Pekarangan. Maka harapan kami, Kejaksaan bisa segera memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena kami masyarakat sangat dirugikan dengan kebijakan yang diterapkan oleh Kepala Desa,” pungkasnya.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan