Tuban, Ronggolawe News – Di tengah ambisi besar pemerintah menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG), muncul aturan baru yang justru membatasi kapasitas dapur rakyat. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nomor 244 Tahun 2025, setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) kini hanya boleh memproduksi maksimal 2.500 porsi per hari—dengan rincian 2.000 untuk anak sekolah dan 500 untuk kelompok 3B (ibu hamil, menyusui, dan balita).
Kebijakan ini diteken langsung oleh Kepala BGN, Dadan Hindayana, pada 27 Oktober 2025. Dalam surat itu ditegaskan bahwa jumlah penerima manfaat tidak boleh melebihi kapasitas dapur agar kualitas gizi tetap terjaga.
Namun, di lapangan, sejumlah pengelola SPPG menilai pembatasan tersebut bisa menimbulkan efek domino: antrean panjang, distribusi tidak merata, dan potensi penurunan jangkauan layanan di wilayah padat sekolah.
“Secara teknis bagus untuk pengawasan mutu. Tapi realitasnya, satu dapur sering melayani lebih dari dua ribu anak. Kalau dibatasi, sebagian akan tertinggal,” ujar salah satu pengelola SPPG di Tuban yang enggan disebutkan namanya.
Dalam juknis baru itu, BGN masih membuka peluang bagi dapur dengan sumber daya unggul. SPPG yang memiliki koki bersertifikat Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dapat meningkatkan kapasitas hingga 3.000 porsi per hari, dengan porsi tambahan tetap diprioritaskan bagi kelompok rentan 3B.
Wakil Kepala BGN Nanik Sudaryati Deyang menegaskan, kebijakan baru ini bukan bentuk pembatasan, melainkan penataan agar setiap dapur bekerja sesuai kemampuan.
“Kami ingin menjaga mutu, bukan sekadar jumlah. Program ini bukan tentang seberapa banyak nasi yang dimasak, tapi seberapa bergizi makanan yang diterima,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (29/10/2025).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan memastikan regulasi penunjang MBG kini sudah di tahap akhir. Ia menyebut Keputusan Presiden tentang Tim Koordinasi MBG serta Peraturan Presiden tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program MBG telah rampung.
“Regulasi tinggal satu lagi, yaitu Perpres tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Gizi Nasional. Dalam waktu dekat selesai, dan tim pelaksana harian segera dibentuk,” ujar Zulhas di kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat.
Program Makan Bergizi Gratis menjadi proyek gizi nasional terbesar setelah era Raskin, menyasar 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Namun dengan adanya juknis baru ini, sejumlah pihak menilai tantangan justru bergeser dari pendanaan ke kapasitas teknis.
Ronggolawe News mencatat, di beberapa daerah, dapur rakyat justru menjadi ruang gotong-royong antara pemerintah desa dan masyarakat. Pembatasan produksi, jika tidak disertai solusi alternatif, dikhawatirkan justru “mematikan dapur semangat” yang sudah terbangun sejak program ini dimulai.




























