Tuban, Ronggolawe News – Adanya aksi teror berupa pengiriman kepala babi yang menimpa seorang jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana atau Cica beberapa waktu lalu mendapatkan banyak kritikan pedas dari berbagai lembaga dan media/ jurnalis di tanah air.
Adanya teror berupa pengiriman Paket tersebut diterima satpam kantor Tempo sekitar pukul 16.15 WIB. Yang mana Cica baru menerima paket pada Kamis (20/3/2025) sekitar pukul 15.00 WIB. Cica baru pulang dari liputan bersama Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran.
Mendapat informasi ada paket kiriman untuknya, Cica lalu membawa kotak kardus tersebut ke kantor. Ketika styrofoam terbuka, Hussein melihat isinya adalah kepala babi. Ia dan Cica serta beberapa wartawan membawa kotak kardus itu ke luar gedung. Setelah kotak kardus dibuka seluruhnya, terpampang di sana kepala babi dengan kedua telinganya terpotong.
Belum reda aksi teror kepala babi,
Kembali pihak Tempo mendapatkan kiriman Enam ekor Tikus yang masing-masing kepala terlepas dari badannya.
Menyaksikan peristiwa itu, Anto Sutanto selaku Ketua Umum Gabungan Putra Ranggalawe ( GAPURA – red) sangat mengecam keras tindakan yang tidak terpuji dan menciderai insan media.
“Apapun bentuknya itulah perbuatan yang sangat menciderai insan pers di tanah air, tindakan teror ini merupakan bentuk intimidasi yang bukan hanya mengancam keselamatan Cica Sebagai individu yang notabene mewakili insan media, tetapi juga merupakan ancaman serius bagi kebebasan pers di Indonesia,” tegas Anto. Senin. 31/03/2024.
Aktivis gaek yang juga sebagai Direktur Utama PT. Sang Putra Ronggolawe News itu menambahkan bahwa kinerja Jurnalis merupakan Kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pemimpin Redaksi Media Ronggolawe News itu sangat mengecam adanya aksi teror ini merupakan upaya membungkam kerja jurnalistik yang independen dan kritis. Jurnalis itu memiliki hak untuk bekerja tanpa ancaman dan intimidasi, dan pihak penegak hukum harus menuntaskan perkara tersebut agar mengetahui motif apa sehingga melakukan perbuatan itu.
“Sebuah bentuk intimidasi dan pembungkaman pers, hal ini semakin menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara hukum yang demokratis dan tidak menjamin kebebasan pers,” ungkapnya.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan