Mojokerto, Ronggolawe News – Jadi terlapor dalam kasus dugaan korupsi Pemerintah Desa (Pemdes) Kedunglengkong, Kepala Dusun Lengkong angkat bicara.
Saat dikonfirmasi media ini, Kepala Dusun Lengkong menerangkan memang benar ia yang mengambil nota dan stempel UD. Bina Mulya ke Pak Budianto selaku Direktur UD. Bina Mulya.
“Saya melakukan itu atas perintah dari Almarhum Pak Darman Kepala Desa Kedunglengkong yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu. Saya tidak tahu fungsinya untuk apa dan isinya seperti apa,” terang Kepala Dusun Lengkong Akhmad Samsul Arifin, Sabtu (29/06/2024) melalui sambungan seluler.
Sementara itu, Ketua TPK Desa Kedunglengkong saat dikonfirmasi media ini belum merespon. Hingga berita ini ditulis, pesan dan panggilan dari media ini belum dijawab.
Sebelumnya diberitakan, salah satu warga Desa Kedunglengkong, Hadi Purwanto dimintai keterangan oleh Polres Mojokerto terkait pelaporan dugaan tindak pidana korupsi Pemerintah Desa (Pemdes) Kedunglengkong.
Hadi menegaskan, tadi ia dimintai keterangan karena telah melaporkan dugaan korupsi Pemerintah Desa Kedunglengkong.
“Tadi saya diberikan 15 pertanyaan oleh penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polres Mojokerto yang bernama Aipda Rhenold Ardian, S.H., M.H. Alhamdulillah Unit Tipikor Satreskrim Polres Mojokerto sangat serius menangani perkara ini,” ungkap Hadi di Polres Mojokerto, Jumat (28/6/2024).
Tadi pihaknya menambahkan alat bukti berupa video keterangan Pak Budianto selaku Direktur UD. Bina Mulya. Jadi biar jelas korelasi antara rencana anggaran biaya dengan nota pembelanjaan.
“Dalam video keterangan tersebut, Pak Budianto menyatakan bahwa ia tidak pernah tanda tangan. Dulu ia hanya dimintai stempel dan nota kosong oleh Kepala Dusun Lengkong. Bahkan di nota tersebut tertulis Budiono bukan Budianto. Model tanda tangannya juga beda dengan tanda tangan Pak Budianto. Jadi fakta sudah jelas, ada dugaan pemalsuan LPJ Dana Desa Kedunglengkong tahun 2022,” tegas Hadi.
Kemudian bukti selanjutnya, disini jelas dalam rencana anggaran biaya harusnya ada pembelanjaan pupuk NPK Mutiara senilai pembelanjaan Rp 1 juta, dan pupuk ZA senilai pembelanjaan Rp 800 ribu namun faktanya di nota pembelanjaan malah tidak ada.
“Selain itu, harusnya juga ada pembelanjaan pupuk daun dan buah senilai Rp 719 ribu, pupuk ponska senilai Rp 800 ribu, dan pembelanjaan obat pestisida, fungisida, dan herbisida senilai Rp 1,5 juta. Tapi lagi-lagi faktanya di nota pembelanjaan malah tidak ada,” ujar Hadi.
Ditambahkannya, jadi di dalam nota ini tidak pernah ada namanya pembelian materi tadi sesuai rencana anggaran biaya. Yang ada hanya pembelian pupuk kompos. Setelah kita konfirmasi ke Pak Budianto, bahwa tokonya ini tidak pernah menjual pupuk kompos, polibag, termasuk material bibit cabe, terong, tomat dan yang ditulis di nota.
“Yang lebih parah, yang tidak ditulis di rencana anggaran biaya malah ada di nota, contohnya seperti bayam dan kangkung,” cetus Hadi.
Pihaknya menduga ada kerugian negara sebesar Rp 50 juta dalam perkara ini.
“Jadi di berita acara ini tadi sudah tertuang semua. Dan insha Allah penyidik segera memanggil Kepala Dusun Lengkong dan Ketua TPK Desa Kedunglengkong,” pungkas Hadi.
Menurut kajiannya, sudah lebih dari dua alat bukti yang terpenuhi. Kasus korupsi tidak bisa dibiarkan. Kalau menurut aturan kepolisian, memang harus ke tahap penyidikan karena menimbulkan kerugian negara.
“Nah yang berhak menghitung kerugian negara tentu pihak kepolisian. Selain itu, kami yakin perkara ini muncul kerugian negara karena ada nota pembelian Rp 100 juta padahal menurut katalog dan bukti chat ke penyedia pengering padi harganya hanya Rp 69 juta. Jadi jelas ada dugaan penggelembungan harga disini,” tutup Hadi.@heni