Tuban, Ronggolawe News – Amanah PP 72 tahun 2010 Perhutani sebagai Perum (Perusahaan Umum) kehutanan negara yang diamanati untuk bekerja sama dengan masyarakat dengan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), kemudian dikuatkan dengan permen LHK nomor 83 tahun 2016 tentang perhutanan sosial dan disempurnakan dengan permen LHK no 39 th 2017 tentang ijin pengelolaan hutan perhutanan sosial dengan undang undang cipta kerja 2021 disempurnakan dengan P9 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Dari sekian banyak peraturan negara memerintahkan pertama untuk Perum Perhutani supaya bermitra dengan masyarakat di dalam pengelolaan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
Tim kami menemukan fakta dilapangan bahwa adanya dugaan oknum perhutani di lapangan yang telah memperjual belikan/menyewakan tanah negara di kabupaten Tuban, dalam hal ini kawasan negara yang di kelola oleh Perum Perhutani sudah tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan dan permen yang ada dan itu sudah menjadi sebuah pelanggaran peraturan yang ada.
Hal ini di buktikan banyaknya lahan yang di sewa atau di perjual/belikan oleh oknum perhutani yang anggaran tersebut tidak transparan dan jelas alokasinya, belum lagi banyaknya persewaan warung warung kecil yang notabenya digunakan pula sebagai ajang pungli karena tidak sesuai dengan SOP yang ada.
Tim kami pun terus mencoba menggali dengan narasumber yang ada, RJI warga sekitar hutan daerah Telogo Nongko, Semanding, Tuban yang namanya tidak mau disebutkan langsung mengatakan, “Percil disini juga dijual belikan dengan harga perhektar 40 juta dan harga untuk per seperempatnya mencapai 10 juta, dan itupun masih di bebani pajak tiap tahun yang harus dibayar ketika waktu setelah panen, dengan biaya kisaran 200 – 400rb,” ujarnya sambil mewanti untuk menjaga identitasnya.
Warga yang minta di inisialkan itu juga mengatakan, “Bahkan yang ada di sini kalau kaya semakin kaya dan yang miskin juga semakin miskin, bagaimana tidak masyarakat kecil mau menjangkau dengan nilai segitu jarang yang mampu, sehingga yang memiliki uang lebih bisa membelinya. Contohnya disini ada warga sekitar yang bisa memiliki hingga 5 – 10 hektar garapan percil. Terkait sewa lahan untuk warung atau usaha juga bervariasi tergantung luasnya,” ungkapnya.
Hal diatas juga ditambahkan oleh salah satu pemilik warung yang sudah 6 tahun menyewa senilai Rp 1.200.000 yang ada di wilayah perunggahan semanding tepatnya di Dusun Telogo pule.
Waka Barat Tuban, Sabri saat dikonfirmasi lewat telefon terkait hal di atas mengatakan, “Untuk warung – warung proses sewa uangnya masuk ke kas Perhutani Tuban, terkait tanah yang di sewakan tanah TN atau perhutani sama saja dan itu di perbolehkan,” tuturnya.
Terkait percil garapan yang berkisar 40 juta perhektar Sabri tidak membenarkan adanya hal tersebut, kecuali ada sharing PNPT masuk ke negara. Menurut Sabri jikapun ada jual beli lahan percil seperti di atas mungkin itu di lakukan antar pesanggem.
Nana Suwanda selaku PPB (Perencanaan Pengembangan Bisnis) saat ditemui di ruangan di Kantor Perhutani Tuban menuturkan, “Apabila ada jual beli percil lahan dengan nilai segitu tidak dibenarkan karena kita kemitraan dengan LMDH sehingga semua kita kembalikan ke Kades sekitar, terkait pembagian lahan kepada pesanggem sebenarnya 1 KK hanya di perbolehkan tidak lebih dari 2 hektar,” ujarnya.
“Kami juga mendukung apabila memang ada oknum dari pegawai perhutani yang nakal kita siap menindak dan terkait sewa lahan guna berjualan atau usaha di tanah TN pun sah sah saja,”tuturnya.
Di tambahkan, “Saya juga pernah turun kelapangan di sekitar wilayah waleran memang itu benar adanya jual beli percil dengan kisaran harga segitu, tapi itu dilakukan di bawah tangan oleh para pesanggem sendiri tanpa lewat LMDH atau pegawai perhutani,” ungkap Tole selaku KSS HKTA (Kepala Subseksi Hukum dan Tenurial dan Agraria) (red)