Tuban , Ronggolawe News – Aktivitas tambang yang diduga ilegal di Desa Banjaragung, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, hingga kini masih berlangsung bebas.
Ironisnya, tak ada upaya dan tindakan tegas dari dinas terkait. Hal ini menjadi pertanyaan Clasik dan menimbulkan kekhawatiran publik terkait lemahnya penegakan hukum di wilayah tersebut.
Tambang yang beroperasi tersebut diduga belum mengantongi izin secara lengkap sehingga secara otomatis berpotensi menimbulkan kerugian negara yang signifikan.
Selain menyebabkan kebocoran pendapatan daerah, aktivitas ini juga memanfaatkan bahan bakar bersubsidi untuk kepentingan industri ilegal, yang sejatinya ditujukan untuk kebutuhan masyarakat umum.
Menurut informasi dari salah satu warga yang bernama HC saat ditemui pewarta menceritakan bahwa tambang yang dikelola inisial MRT izinya belum keluar.
“Saya kemarin melihat bahwa tambang yang dikelola MRT beraktivitas mas. Berkaitan dengan izin yang saya tau belum keluar dan masih proses,” Celoteh HC, Sabtu. 05/07/2025
Upaya konfirmasi juga dilakukan kepada kepada pengusaha tambang yang berinisial MRT melalui pesan WhatsApp, namu tidak membuahkan hasil.
Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa praktik tambang ilegal tersebut telah mendapat perlindungan atau bahkan menjadi bagian dari sistem yang terstruktur.
Padahal, kegiatan penambangan tanpa izin jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sementara penggunaan BBM bersubsidi untuk kegiatan industri non-rakyat melanggar ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014.

Mirisnya lagi, diduga belum mengantongi izin secara lengkap, tambang ilegal tersebut juga disinyalir menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis solar bersubsidi untuk mengoperasikan alat berat, tentunya hal itu sangat merugikan masyarakat dan negara.
Ya, ada sanksi tegas bagi penambang ilegal di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Berikut adalah sanksi utama bagi penambangan tanpa izin (ilegal):
- Sanksi Pidana Penjara dan Denda
Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 menyebutkan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”
- Penyitaan dan Penghentian Kegiatan
Aparat penegak hukum dan/atau pemerintah berwenang dapat:
Menyita alat berat dan hasil tambang.
Menghentikan kegiatan tambang.
Menutup lokasi tambang ilegal.
- Kerugian Lingkungan dan Ganti Rugi
Jika tambang ilegal menyebabkan kerusakan lingkungan:
Pelaku dapat dikenakan tanggung jawab pemulihan lingkungan.
Bisa dikenai sanksi tambahan berdasarkan UU Lingkungan Hidup (UU No. 32 Tahun 2009), termasuk pidana tambahan dan ganti rugi.
- Sanksi Administratif (jika dalam proses legalisasi izin tapi melanggar)
Penghentian sementara kegiatan.
Pencabutan izin proses (jika dalam tahap pengajuan).
Denda administratif sesuai aturan Kementerian ESDM.
- Penyalahgunaan BBM Subsidi
Jika pelaku tambang ilegal menggunakan BBM bersubsidi (solar, dll):
Melanggar Perpres No. 191 Tahun 2014.
Dapat dijerat UU Migas No. 22 Tahun 2001 Pasal 55, dengan ancaman:
Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp60.000.000.000 (enam puluh miliar rupiah).
Kesimpulan:
Penambangan ilegal bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga kejahatan lingkungan dan ekonomi, dengan ancaman pidana berat dan denda miliaran rupiah. Maka, masyarakat dan media seperti Ronggolawe News memiliki peran penting dalam mengawasi dan melaporkan aktivitas seperti ini agar tidak menjadi praktik yang dibiarkan berlarut-larut.
Reporter : Anto Sutanto