Jakarta, Ronggolawe News — Jajaran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengaku prihatin atas peristiwa anggota polisi wanita (polwan) Briptu FN yang nekat membakar suaminya hidup-hidup, Briptu RDW sampai meninggal dunia, di Mojokerto, Jawa Timur (Jatim). Dari laporan yang Kompolnas terima, ada sejumlah kekerasan yang terjadi sebelum peristiwa nahas itu.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, sebelumBriptu FN nekat melakukan kekerasan dengan membakar Briptu RDW sampai akhirnya meninggal dunia, ada peristiwa-peristiwa kekerasan yang terakumulasi di antara keduanya. Kompolnas pun mendorong agar Polda Jatim tak hanya menjadikan peristiwa kekerasan tersebut sebagai satu-satunya objek dalam penyelidikan maupun penyidikan. Karena menurut dia, Polda Jatim harus juga memeriksa psikologis Briptu FN.
“Kompolnas sangat mendorong agar Polda Jatim melakukan lidik atau sidik dengan dukungan scientific crime investigation, termasuk melibatkan psikiater dalam memeriksa kejiwaan tersangka (Briptu FN),” ujar Poengky, di Jakarta Senin (10/06/2024).
Hal tersebut, kata Poengky, penting karena adanya dugaan Briptu FN mengalami kondisi depresi atas situasi dan kondisi rumah tangganya bersama Briptu RDW.
“Ada kemungkinan tersangka mengalami post partum depression yang berdampak pada tindakan di luar nalar. Sehingga bukan saja mengakibatkan kemarahan akibat suaminya (Briptu RDW) yang bermain judi online, tetapi kami (Kompolnas) juga mendengar bahwa tersangka (Briptu FN) juga mengalami situasi dan tekanan pasca melahirkan bayi kembar yang merupakan anak dari kedua pasangan tersebut,” ujar Poengky.
Kompolnas juga menyarankan agar setiap sesi pemeriksaan penyidik terhadap Briptu FN dilakukan dengan membawa ahli kejiwaan ataupun psikolog.
Briptu FN seorang anggota Polwan beranak tiga yang merupakan istri dari Briptu RDW. Keduanya adalah anggota kepolisian Polresta Mojokerto, Jatim. Keduanya terlibat dalam pertengkaran yang berujung pada tewasnya Briptu RDW. Briptu FN nekat membakar suaminya itu hidup-hidup hingga akhirnya meninggal dunia. Atas perbuatan tersebut, Polda Jatim menetapkan Briptu FN sebagai tersangka. Dan kepolisian setempat juga melakukan penahanan terhadap Briptu FN.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polda Jatim terungkap latar belakang perbuatan Briptu FN tu dipicu lantaran Briptu RDW yang kerap menggunakan penghasilan pasangan tersebut untuk judi online. Polda Jatim juga mengungkapkan pengakuan Briptu FN yang juga sering mendapatkan kekerasan rumah tangga dari suaminya, Briptu RDW. Polda Jatim sementara ini menjerat Briptu FN dengan sangkaan Pasal 44 ayat (3) UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Peristiwa yang terungkap lantaran terkait tekanan ekonomi akibat perjudian online tersebut, dinilai bukti dari pemberantasan perjudian online yang belum signifikan dilakukan oleh pemerintah maupun kepolisian. Peristiwa nahas tersebut, menurut Poengky, seperti memukul institusi Polri sendiri.
Karena, kata Poengky, judi online juga terbukti ‘meracuni’ semua level masyarakat, termasuk di lingkungan kepolisian. Padahal, kata Poengky, pemerintah selama ini sudah membentuk Satgas Judi Online. Pun Mabes Polri selama ini, masif melakukan pemberantasan para bandar, maupun pelaku perjudian online.
“Pemberantasan judi online, diharapkan segera terlihat hasilnya. Dan kami sangat menghimbau kepada semua masyarakat, untuk tidak coba-coba bermain judi online. Karena judi online, merupakan bentuk kejahatan, dan pasti akan berdampak negatif kepada semua lapisan masyarakat yang melakukan,” begitu kata Poengky.
Menurut Poengky, di Polri harus segera membentuk tim bantuan psikologis untuk internal anggotanya yang terkena candu judi online. Tim bantuan psikologis tersebut, dapat disediakan mulai dari level polda sampai level polres.
“Hal ini, penting guna perawatan jiwa anggota. Karena polisi ini, juga manusia, yang bukan superman, atau superwomen yang juga membutuhkan perhatian dan perawatan jiwa, agar mereka tetap dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik tanpa terpengaruh dengan hal-hal negatif seperti perjudian online,” begitu sambung Poengky.
Adapun menyangkut soal penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut, Kompolnas, kata Poengky percaya Polda Jawa Timur (Jatim) dapat proporsional.
“Kami sangat prihatin dan menyesalkan peristiwa sesama anggota Polri ini. Yang mana, pelakunya (Briptu FN) adalah istri dari korban (Briptu RDW), yang keduanya sama-sama anggota kepolisian,” ujar Poengky.
Sebagaimana pemberitaan yang beredar.
Penyidik Reknata Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur (Jatim) menetapkan Briptu FN, seorang Polwan yang membakar suaminya Briptu Rian Dwi Wicaksono (RDW), sebagai tersangka. Pasangan suami istri itu bertugas di Polresta Mojokerto.
“Saat ini (Briptu) FN selaku tersangka sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Dirmanto di Kota Surabaya, Provinsi Jatim, Ahad (09/06/2024).
Dirmanto menjelaskan, Kapolda Jatim Irjen Imam Sugianto turut menyampaikan duka yang mendalam atas kejadian ini. Meski demikian, ia menegaskan, proses hukum tetap berlanjut, salah satunya dengan melakukan penetapan status tersangka terhadap Briptu FN.
“Kapolda Jatim turut menyampaikan duka yang mendalam atas kejadian ini,” ujar Dirmanto.
Dia menyebut, saat ini, tersangka sudah dilakukan penahanan oleh penyidik. Namun, dari sisi psikologis, tersangka sedang dalam kondisi terguncang dan mengalami trauma yang mendalam.
“Sudah dilakukan penahanan. Tapi yang bersangkutan saat ini masih mengalami trauma yang mendalam,” ucap Dirmanto.
Mengenai pasal yang disangkakan pada Briptu FN, Dirmanto menyebut, dari hasil gelar sementara penyidik menerapkan Undang-Undang tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). “Sementara ini kita masih terapkan pasal KDRT, kekerasan dalam rumah tangga,” ucapnya.
Pemeriksaan Briptu FN diharapkan menyertakan ahli kejiwaan ataupun psikolog.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, Polri harus memperkuat pembinaan mental bagi anggotanya untuk mencegah pelanggaran hukum dan kasus kematian sia-sia. Hal itu merespons Polwan membakar suaminya yang seorang polisi akibat judi online.
Bambang menilai, sejumlah kasus menonjol anggota Polri, seperti bunuh diri dan main judi online, hingga polwan membakar suami yang juga anggota Polri, menjadi contoh terkait lemahnya pembinaan mental anggota Polri. “Secara kelembagaan memang nyaris tidak ada lembaga pengaduan yang independen terkait problematika anggota,” katanya di Jakarta, Selasa (11/06/2024).
Menurut Bambang, kasus Polwan bakar suami di Mojokerto menjadi catatan kritis untuk mendorong institusi Polri mengambil langkah pencegahan. Tujuannya agar kejadian serupa tidak terulang lagi ke depannya.
Terlebih motif polwan bakar suaminya karena terjebak judi daring. Indikasi itu bukan pertama kalinya, beberapa kasus kematian sia-sia anggota Polri juga karena terjebak judi daring. Kemudian, polisi itu terjerat pinjaman daring. “Kasus-kasus bunuh diri yang terjadi indikasinya juga terkait itu,” kata Bambang.
Menurut dia, dari segi kesejahteraan personel Polri sudah memadai. Lantas mengapa kejadian tersebut bisa terjadi? Salah satunya karena bergaya hidup hedon yang membuat pendapatan polisi selalu kurang. Akibat bergaya hidup hedon, kata Bambang, ada anggota yang mencari uang dari sumber yang tidak jelas.
Di sisi lain, sambung dia, manajemen sumber daya manusia yang tidak efisien mengakibatkan pembagian tugas antarpersonel tidak merata. “Ada yang sibuk, ada yang kurang kerjaan. Faktor lainnya, secara kelembagaan karena kontrol dan pengawasan yang lemah,” ucap Bambang.
Berdasarkan catatan Bambang, ada beberapa faktor penyebab personel Polri terjebak judi online, yakni personel tidak disiplin dan lemah mental, serta organisasi yang tidak mampu memastikan etik dan disiplin anggotanya karena pengawasannya tidak efektif. Terkait pemberantasan judi, kata Bambang, tidak bergerak dari kasus receh dan malah memakan korban dari personel kepolisian sendiri.
Padahal kemampuan dan prasarana kepolisian dalam memberantas kejahatan siber sudah mumpuni. Selain kendala regulasi terkait dengan pola kejahatan siber yang stateless, kata Bambang, kemampuan dan integritas personel yang menjadi hambatan.
“Termasuk tidak adanya sistem kontrol dan pengawasan yang tidak bisa memastikan pelaksanaan penegakan aturan itu berjalan dengan benar,” kata Bambang. Oleh karena itu, Bambang mengingatkan agar institusi Polri meningkatkan pembinaan mental anggota.
Pimpinan kepolisian hendaknya fokus memikirkan kesejahteraan dan kesehatan mental anggota. “Alih-alih memikirkan kesejahteraan dan kesehatan mental anggota ataupun membangun organisasi Polri yang profesional, elit kepolisian malah sibuk mencari jabatan di kementerian/lembaga lain,” ujar Bambang.@red