Kediri, Ronggolawe News – Sejumlah warga Desa Tiron Kecamatan Banyakan yang merasa dirugikan dalam proyek Tol Kediri-Tulungagung kembali mendatangi balai Desa Tiron, Kamis (20/2/2025).
Untuk kesekian kalinya, mereka meminta kejelasan terkait ganti rugi lahan. Mereka mengaku sebelumnya diminta menandatangani dokumen tanpa mengetahui besaran kompensasi yang akan diterima.
Sabarudin, salah satu warga mengungkapkan bahwa ia dan warga lainnya awalnya mengira tanda tangan tersebut hanya sebagai bentuk persetujuan terhadap proyek tol, bukan kesepakatan harga lahan.
Kami menandatangani dokumen satu per satu, dikira hanya menyetujui pembangunan tol. Baru setelah itu diberi tahu harganya. Kalau sejak awal tahu nominalnya, mungkin kami tidak akan setuju,” ujarnya.
Menurutnya, mekanisme ini tidak sesuai dengan prinsip jual beli yang seharusnya diawali dengan negosiasi harga sebelum ada kesepakatan. Ia juga menyoroti bahwa proses tanda tangan dilakukan di rumah masing-masing warga dengan dokumentasi berupa foto yang kemudian dikumpulkan di desa.
Kami difoto saat tanda tangan, lalu berkasnya dikumpulkan. Saya masih punya buktinya. Tapi pertanyaannya, tanda tangan itu sebenarnya untuk apa? Kalau tanda tangan dulu baru diberi tahu harganya, bukankah ini seperti jebakan?” tegasnya.
Setelah harga diumumkan, Sabarudin merasa tidak mendapatkan keadilan. Ia kehilangan rumah dan kini harus tinggal di kontrakan yang disediakan sementara oleh pihak proyek.
“Saya hanya ingin keadilan,” katanya.
Menanggapi keluhan warga, Kepala Desa Tiron, Ina Rahayu, menegaskan bahwa pemerintah desa hanya bertugas mendata dan mengurus pemberkasan, bukan menentukan harga lahan.
“Desa hanya membantu mendata dan mengurus berkas administrasi. Penentuan harga sepenuhnya menjadi kewenangan tim penilai dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP),” jelasnya.
Ina juga menyayangkan langkah warga yang memilih mengadu hingga ke Jakarta, padahal ada mekanisme penyelesaian di daerah.
“Kami sudah fasilitasi mediasi. Jika ada keberatan soal harga, warga sebenarnya memiliki waktu 14 hari untuk bertanya atau berembuk. Tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta, justru membuang waktu dan tenaga. Ini proyek nasional, semua sudah dikaji secara matang,” tambahnya.
Reportase cak tong