Tuban, Ronggolawe News – 26 Agustus 2025.
Kabar kedatangan tim dari Mabes Polri dan Polda Jawa Timur untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) di wilayah Kabupaten Tuban membawa dampak signifikan bagi aktivitas tambang ilegal. Sejumlah tambang batu kapur, dolomit, urug, pedel, kwarsa, hingga klei terpantau menghentikan operasional mereka.
Hasil pemantauan lapangan oleh tim investigasi Ronggolawe News pada Selasa (26/8/2025) menunjukkan bahwa lokasi tambang dan cucian pasir kwarsa di beberapa titik hampir dipastikan tutup total. Jalanan yang biasanya ramai dilalui truk pengangkut material mendadak sepi, dan aktivitas pekerja tambang tidak terlihat.
Seorang pemerhati lingkungan di Tuban yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan bahwa kebocoran informasi sidak diduga sudah terjadi sejak beberapa hari sebelumnya.
“Mereka hampir merata sudah memberikan atensi ke pihak terkait. Jadinya info itu pasti didapatkan lebih dulu, ibaratnya jeruk makan jeruk,” ungkapnya kepada Ronggolawe News.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang potensi adanya pembocoran informasi internal serta kemungkinan keterlibatan pihak-pihak tertentu yang melindungi praktik penambangan ilegal.
Selain melanggar ketentuan hukum, aktivitas tambang ilegal di Tuban juga menimbulkan dampak serius bagi lingkungan, khususnya polusi debu yang mengganggu kesehatan warga sekitar, serta kerusakan lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan masyarakat.
Publik kini menunggu langkah tegas dari Mabes Polri, Polda Jatim, dan aparat daerah untuk menindaklanjuti temuan di lapangan, termasuk mengusut indikasi kebocoran informasi sidak serta memastikan penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu.
Sebagai mana diketahui
Data Resmi 33 Tambang Ilegal di Tuban Tak Sentuh Pasir Kuarsa, Tanah Merah, dan Dolomit:
Belum lagi masalah Cucian Pasir Kwarsa Mengapa Hilang dari Laporan?
Ronggolawe News – Investigasi
Tuban – Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Wakil Bupati Joko Sarwono mengumumkan data 33 titik tambang ilegal yang tersebar di lima kecamatan. Namun, dari daftar resmi itu, tidak ada satupun yang mencantumkan tambang pasir kuarsa, tambang tanah merah (kle), maupun tambang batu dolomit ilegal. Padahal di lapangan, ketiga jenis tambang ini terlihat masih aktif beroperasi.
Dalam rapat paripurna DPRD Tuban (4/8/2025), Joko memaparkan data yang bersumber dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dengan rincian mayoritas adalah tambang batu kumbung, diikuti batu gamping, dan tanah urug. “Pembinaan dan pengawasan tambang merupakan kewenangan pemerintah provinsi,” ujarnya.
Fakta Lapangan: Aktivitas Ilegal Masih Bebas Berjalan
Penelusuran Ronggolawe News menemukan:
Pasir kuarsa ilegal: Beroperasi di wilayah kabupaten Tuban dan diduga banyak yang tidak berizin, namun menggunakan alat berat dan memiliki jalur distribusi ke luar daerah.
Tanah merah (kle) ilegal: Digali dari area perbukitan dan lahan bekas hutan, biasanya untuk proyek timbunan dan pengurugan. Aktivitasnya merusak kontur tanah dan memicu sedimentasi sungai. Terpantau dibeberapa titik kecamatan.
Batu dolomit ilegal: Ditambang dari kawasan kapur dan dijual untuk bahan industri. Tidak tercatat dalam data resmi, namun terpantau di beberapa titik Kecamatan .
Seorang sumber warga setempat menyebut, “Kalau jenis tambangnya disebut semua, pasti jumlahnya lebih dari 33 titik. Data resminya terlalu sedikit dibanding kenyataan.”
Potensi Kebocoran dan Kerugian Negara
Pasir kuarsa, tanah merah, dan batu dolomit termasuk mineral bukan logam yang memiliki nilai jual tinggi. Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, setiap penambangan tanpa izin dapat dipidana hingga 5 tahun dan denda sampai Rp100 miliar.
Dengan tidak masuknya tiga jenis tambang ilegal ini dalam daftar resmi, potensi kebocoran pendapatan daerah menjadi semakin besar. Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah salah satu sumber PAD, dan hilangnya data ini berarti berkurangnya potensi penerimaan pajak secara signifikan.
Desakan Transparansi dan Penindakan
Pengamat kebijakan publik menilai, ada dua kemungkinan mengapa data tambang pasir kuarsa, tanah merah, dan dolomit ilegal tidak muncul:
- Lemahnya monitoring di tingkat provinsi dan kabupaten.
- Data ada tapi tidak dipublikasikan, yang berarti persoalan transparansi.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan