Tuban, Ronggolawe News – Mega proyek Grass Root Refinery (GRR) atau Kilang Tuban kembali menjadi sorotan setelah keputusan investasi akhir (final investment decision/FID) tak kunjung diketok meski proses awal telah berjalan bertahun-tahun. Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara mengungkapkan bahwa tersendatnya FID bukan semata persoalan teknis, melainkan akumulasi dari tiga komponen krusial yang masih terus dikaji secara mendalam.
Tiga faktor tersebut meliputi kebutuhan capital expenditure (capex), keseimbangan permintaan dan penawaran produk kilang, serta skema pendanaan yang dinilai harus benar-benar kredibel. Senior Director Oil, Gas, and Petrochemical BPI Danantara, Wiko Migantoro, menegaskan bahwa meski sejumlah tahapan awal seperti land clearing dan front end engineering design (FEED) telah diselesaikan, proyek ini belum bisa melangkah ke FID sebelum tiga aspek tersebut dinyatakan aman dan berkelanjutan.
“Untuk menuju FID, ketiga komponen itu harus terpenuhi. Capex, pasar produk, dan pendanaan tidak bisa diputuskan secara tergesa-gesa,” ujar Wiko di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Menurutnya, kebutuhan modal kerja proyek dirancang dipenuhi melalui mekanisme lelang, sementara aspek permintaan dan penawaran harus mempertimbangkan dinamika transisi energi global. Efektivitas produk kilang dalam konteks pengurangan konsumsi energi fosil menjadi salah satu pertimbangan strategis yang tak bisa diabaikan.
Di tengah ketidakpastian tersebut, Danantara memastikan PJSC Rosneft Oil Company masih menjadi mitra utama dan tetap menunjukkan komitmen pada proyek Kilang Tuban. Meski terdapat ketertarikan dari investor negara lain, termasuk China, pemerintah Indonesia memilih berpegang pada perjanjian yang telah diteken bersama Rosneft.
“Masih dengan Rosneft. Perjanjian itu masih berjalan,” tegas Wiko.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga terus memantau perkembangan proyek ini. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi ESDM, Laode Sulaeman, menyampaikan bahwa koordinasi dengan Danantara menjadi kunci dalam setiap pengembangan infrastruktur energi nasional, termasuk Kilang Tuban.
“Kami rutin berkoordinasi dengan Danantara, termasuk terkait minat investor lain. Tapi semua proses harus melalui mekanisme yang sudah ditetapkan,” ujar Laode.
Meski sempat ditargetkan rampung pada kuartal IV-2024 dan kembali disebutkan akan selesai akhir 2025, kepastian FID Kilang Tuban masih berada di wilayah “menunggu”. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan keputusan akhir akan ditentukan setelah perundingan lanjutan antara Pertamina dan Rosneft.
Sebagai catatan, megaproyek Kilang Tuban bernilai sekitar US$20,7 miliar ini dikerjakan oleh PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP), dengan komposisi saham 55% milik Pertamina melalui PT Kilang Pertamina Internasional dan 45% dikuasai Rosneft Singapura.
Bagi Tuban dan Jawa Timur, proyek ini bukan sekadar investasi energi, melainkan simbol harapan industrialisasi dan penggerak ekonomi kawasan. Namun hingga FID benar-benar diputuskan, Kilang Tuban masih berada di persimpangan antara ambisi besar dan realitas kehati-hatian investasi global.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan
Sumber :Bloomberg Technoz





























