Berita Opini
“Dalam Perkara Tangkap Lepas di Polsek Kasembon terang ada penyimpangan seperti tertuang dalam KEEP Etika Kelembagaan butir 6. Yaitu
Mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.” ( Riski Edi Prahara).
Malang, Ronggolawe News – Dalam menjalankan tugasnya, anggota Polri terikat dengan Kode Etik Profesi Polri atau KEPP. Kode Etik Profesi Polri merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku atau ucapan anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.
Kode etik menjadi bentuk antisipasi Polri terhadap berbagai penyimpangan polisi di Indonesia. Ketentuan mengenai kode etik polisi tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Dapat dikatakan, kode etik berfungsi sebagai pembimbing perilaku anggota Polri dalam menjalankan tugas dan sebagai pengawas hati nurani agar polisi tidak melakukan perbuatan tercela dan menyalah gunakan wewenang.
Secara umum, isi dari Kode Etik Profesi Polri mengatur tentang hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya.
Kode etik ini mengatur beberapa hal, di antaranya kewajiban dan larangan bagi anggota Polri, serta penegakan KEPP, seperti sidang terhadap pelanggar kode etik dan sanksi yang dijatuhkan.
Salah satu yang diatur dalam kode etik ini adalah larangan bagi anggota Polri. Larangan ini digolongkan menjadi empat bagian yang merupakan ruang lingkup pengaturan Kode Etik Profesi Polri yakni, Etika kenegaraan, Etika kelembagaan, Etika kemasyarakatan, dan Etika kepribadian.
Baca juga : https://ronggolawenews.com/praktik-tangkap-lepas-di-polsek-kasembon-jadi-sorotan/
Dalam hal Etika Kenegaraan, setiap anggota Polri dilarang:
- Terlibat dalam gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengganti atau menentang Pancasila dan UUD 1945;
- Terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah;
- Menjadi anggota atau pengurus partai politik; menggunakan hak memilih dan dipilih;
- Melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Sementara itu, dalam Etika Kelembagaan, polisi dilarang untuk:
- Melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, atau gratifikasi;
- Mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga;
- Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri atau pribadi anggota Polri kepada pihak lain;
- Menghindar atau menolak perintah kedinasan dalam rangka pemeriksaan internal yang melakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan laporan/pengaduan masyarakat;
5.Menyalahgunaan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan; - Mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam bagian Etika Kelembagaan, terdapat pula larangan bagi anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan, bawahan dan sesama anggota Polri. Selain itu, ada juga larangan bagi polisi yang bertugas melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik.
Sementara itu, terkait Etika Kemasyarakatan, anggota Polri dilarang:
- Menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya; mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Menyebarluaskan berita bohong atau menyampaikan ketidakpatutan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
- Mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan pelayanan masyarakat;
- Bersikap, berucap dan bertindak sewenang-wenang; mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan;
- Melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan kepolisian;
- Dan membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terakhir, dalam hal Etika Kepribadian, setiap anggota Polri dilarang untuk:
- Menganut dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh pemerintah;
- Mempengaruhi atau memaksa sesama anggota Polri untuk mengikuti cara-cara beribadah di luar keyakinan;
- Menampilkan sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, atasan dan/atau sesama anggota Polri;
- Dan menjadi pengurus atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri.
Dari keterangan tersebut diatas bisa disimpulkan anggota Polri harus bisa menjaga Harkat, Martabat serta menjunjung tinggi kepastian hukum dan rasa keadilan.
Apalagi konsep polri presisi dari Kata responsibilitas dan transparansi berkeadilan yang menyertai pendekatan pemolisian prediktif ditekankan agar setiap anggota Polri mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, serta berkeadilan.
Bahwa pelaksanaan tugas, kewenangan dan tanggung jawab anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dijalankan secara profesional, prosedural yang didukung oleh nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Tribatra dan Catur Prasetya yang dijabarkan dalam Kode Etik Profesi Kepolisian sebagai norma berperilaku yang patut dan tidak patut.
Tapi meskipun begitu masih saja banyak oknum anggota Kepolisian yang nakal tidak mengindahkan atau melanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP), seperti menyalah gunakan jabatan guna kepentingan pribadi, padahal sudah jelas program Konsep Presisi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, diharapkan tidak menjadi jargon namun juga benar-benar diterapkan dalam bertugas.
Seperti dalam pemberitaan sebelum nya 28/4/2025 “Praktik Tangkap Lepas di Polsek Kasembon Jadi Sorotan”, dan 9/5/2025 “Belum Ada Tindakan, praktik Tangkap Lepas di Polsek Kasembon, Bakal Dilaporkan Divisi Propam Mabes Polri”.
Dari pemberitaan tersebut sekarang sudah menjadi perbincangan Publik karena praktek “Tangkap Lepas” Yang dilakukan oleh Polsek Kasembon bisa dikatakan hanya mencari keuntungan pribadi, pasalnya oknum anggota tersebut telah menyalah gunakan wewenang serta jabatannya.
Karena yang berhak melakukan penyelidikan maupun penyidikan adalah Polres Batu Kabupaten Malang, sesuai Surat Putusan Kapolri Nomor B/1092/II/REN.1.3./2021 tanggal 17 Februari 2021 perihal direktif Kapolri tentang kewenangan polsek.
Secara tidak langsung Polsek Kasembon telah melanggar surat putusan yang dikeluarkan oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang penunjukkan Kepolisian Sektor (polsek) hanya untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, keputusan tersebut dikeluarkan lewat Surat Nomor Kep/613/III/2021 tanggal 23 Maret 2021.
Bisa dikatakan tindakan yang dilakukan oleh oknum anggota Polsek Kasembon pada saat melakukan penangkapan kesemua pelaku sudah melanggar KEPP (Kode Etik Profesi Polri) dan SOP(Standar Operasional Prosedur), apalagi sampai terjadi adanya dugaan praktek “Tangkap Lepas” Pengguna Narkoba.
Dengan adanya kasus seperti ini Penasehat Hukum PT. Sang Putra Ronggolawe News Agus Sholahuddin S. H, ikut menanggapi Secara umum, tugas utama Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Karena Tugas Utama institusi Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Agus juga menegaskan jika ada warga masyarakat yang pernah menjadi korban dari oknum anggota Polsek Kasembon segera datang kepada kami, tidak usah takut, kami akan siap melindungi serta memberikan bantuan perlindungan hukum, supaya tidak ada korban lagi dikemudian hari.
Ditambahkan lagi oleh Agus Sholahuddin S. H, mengharapkan Kasi Propam maupun Kanit Paminal Polres Batu Kabupaten Malang, segera menindak tegas jika terbukti ada anggota yang telah menyalahgunakan Jabatan.
Karena dari pengakuan Kapolsek Kasembon yang sekarang AKP Daguk Lasetio Budi,S.H. Mengatakan dirinya baru saja menjabat jadi tidak tau menahu tentang kejadian penangkapan tersebut karena itu masih kewenangan dari Kapolsek yang dulu (AKP Ma’ruf Amin,S.AP).
Bisa dikatakan pada waktu terjadi penangkapan sekaligus dugaan adanya praktek “Tangkap Lepas” ini masih ada hubungannya dengan mantan Kapolsek lama yaitu AKP Ma’ruf Amin, S. AP.
Baca juga : https://ronggolawenews.com/belum-ada-tindakan-praktik-tangkap-lepas-di-polsek-kasembon-bakal-dilaporkan-divisi-propam-mabes-polri/
Karena tidak mungkin sekelas Kapolsek tidak mengetahui jika ada jajaran anggota reskrimnya yang melakukan penangkapan sampai adanya dugaan praktek “Tangkap Lepas”, terkecuali kalau memang sudah ada permainan antara anggota Reskrim sama Kapolsek, terang Agus.
Sementara Kanit Paminal Propam Polres Batu berinisial “AI” saat dihubungi awak media melalui chat whatsapp 16/5/2025 mengatakan “Baik , Akan segera kami tindak lanjuti, di tunggu ya pak”
Oleh : Riski Edi Prahara
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan