Benarkah Pemerintah Sedang Menghadang Oligarki Pangan atau Justru Membuka Ladang Bisnis Baru yang Tak Kasat Mata?
Jakarta, Ronggolawe News — Gelombang kebijakan baru kembali bergulir di lingkar utama pemerintahan. Badan Gizi Nasional (BGN) menyampaikan rencana tegas: pabrik-pabrik besar bakal dilarang menjadi pemasok bahan baku program Makan Bergizi Gratis (MBG). Arahan tersebut disebut akan masuk dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang sedang disusun terkait tata kelola penyelenggaraan MBG.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, usai menghadiri rapat di Istana Kepresidenan pada Kamis (20/11/2025).
“Kita larang loh pabrikan nanti menjadi suplier,” tegas Nanik.
“Semua harus dibuat oleh UMKM dan PKK setempat,” tambahnya.
Langkah ini diproyeksikan bukan hanya sebagai kebijakan teknis, tetapi sebagai penegasan arah politik pangan nasional—di tengah kritik publik bahwa program MBG berpotensi dikuasai pemain besar dan elite ekonomi daerah.
Membendung Oligarki, atau Membuka Celah Baru?
Kontroversi mencuat setelah informasi berkembang bahwa 41 dapur MBG di Sulawesi Selatan diduga dimiliki oleh anak Wakil Ketua DPRD.
Kasus tersebut menjadi alarm keras: apakah MBG menjadi arena monopoli baru yang dibungkus jargon pemerataan?
Nanik memastikan bahwa BGN akan menyiapkan aturan kepemilikan SPPG agar tidak dikuasai segelintir orang.
“Yang ke depan saya awasi. Insya Allah dibuat aturannya,” ucapnya.
Namun hingga kini, belum ada regulasi yang tegas untuk memastikan distribusi dapur umum berjalan adil dan tidak menjadi kendaraan politik maupun bisnis kelompok tertentu.
Arahan Presiden: Menu Disesuaikan, Stabilitas Harga Dijaga
Dalam rapat terbatas yang sama, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan penyesuaian menu MBG, termasuk mengurangi pasokan telur sementara waktu dan menggantinya dengan daging sapi dan telur puyuh untuk menghindari lonjakan harga menjelang Nataru.
Instruksi tersebut mengisyaratkan kekhawatiran pemerintah terhadap gejolak harga pangan yang sudah mulai terlihat di beberapa daerah.
Mega Proyek Pangan Nasional Mulai Bergerak
BGN memastikan instruksi Presiden langsung dieksekusi melalui pengembangan besar–besaran:
SektorTarget Pelaksanaan
Peternakan sapi perah3 juta liter susu / hari
Lahan peternakan200.000 ha di Jawa
Lahan kedelai300.000 ha di luar Jawa
Pembiayaan koperasi petaniRp300 miliar
Integrasi dengan Kodim & PemdaPenanaman sayur & pengembangan unggas
Namun di balik itu, potensi masalah mengendap:
Tanda-tanda kenaikan harga ayam, telur, dan buah sudah muncul
SPPG mulai penuh dan kewalahan
Kelangkaan buah terdeteksi di pasar induk besar
Tantangan Baru: Petani Lokal Tak Bisa Masuk Dapur MBG
Masuk ke dalam sistem distribusi MBG bukan hal sederhana. Petani kecil tidak bisa masuk jika tidak berbadan hukum.
“10 petani harus disatukan agar bisa jadi pemasok resmi,” tegas Nanik.
Masalahnya: pembentukan koperasi bukan proses instan, dan risiko dimanfaatkan elite lokal terbuka lebar.
Pertanyaan yang Masih Tergantung di Ujung Ruang Publik
Apakah Perpres larangan pabrik besar akan benar–benar menutup celah oligarki,
atau justru hanya memindahkan kendali ke kelompok baru yang lebih kecil tetapi lebih tersembunyi?
Program senilai ratusan triliun ini telah menjadi magnet ekonomi dan politik dalam skala raksasa.
Dan publik layak mendapat monitoring independen, audit transparan, serta pengawasan media yang tidak tunduk pada kekuasaan.
Kesimpulan Ronggolawe News
Program MBG adalah program bersejarah dan revolusioner. Tetapi:
Besarnya anggaran membuka ruang konflik kepentingan
Distribusi dapur umum harus diawasi ketat
Pemberdayaan UMKM jangan menjadi slogan tanpa substansi
Kontrol publik dan media harus diperkuat
MBG bukan hanya soal nasi, daging, dan telur. Ini tentang masa depan anak bangsa — dan siapa yang menguasai sumber dayanya.
Ronggolawe News
Mengabarkan Tanpa Kompromi — Menjaga Akal Sehat Publik 📍 Reportase Redaksi Nasional






























