Ronggolawe News – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri mengungkap perihal kasus penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi di dua lokasi, yaitu Tuban, Jawa Timur, dan Karawang, Jawa Barat.
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin mengatakan bahwa penyelidikan kasus tersebut sudah berlangsung pada 26 Februari 2025. “Penyalahgunaan (barcode) BBM subsidi yang terjadi di Tuban Jawa Timur ada tiga tersangka, yaitu BC, K, dan J. Sementara yang di Karawang, ada lima tersangka yaitu, LA, HB, S, AS, dan E,” kata Nunung di Bareskrim Polri, Rabu (06/03/2025).
Menurut Nunung, penyelidikan berawal dari informasi terkait praktik penyalahgunaan penggunaan barcode BBM subsidi di Tuban dan Karawang.
“Atas dasar informasi tersebut, pada 26 Februari 2025 penyidik bareskrim polri melakukan penyelidikan di dua TKP sekaligus, yaitu di Tuban dan di Krawang,” ujarnya.
“Hasilnya, BBM yang diamankan oleh tim penyelidik dari Kabupaten Tuban sejumlah 8.400 liter, sementara di Karawang ada 8.000 liter, dengan total keseluruhan adalah 16.400 liter,” kata Nunung lagi.
Dari hasil operasi ini, polisi juga mengamankan barang bukti berupa empat unit kendaraan. Dengan rincian, satu unit mobil Isuzu Panther berwarna biru metalik, yang di dalamnya berisi drum besar dan selang besar berwarna putih. Kedua, satu mobil truk merk Mitsubishi warna kuning bertuliskan PT TAR. Ketiga, dua unit kendaraan bermotor, 16 buah kempu kapasitas masing-masing 1.000 liter. Dengan rincian, 13 buah kempu kosong dan tiga buah kompuk berisi BBM jenis solar subsidi.
Kemudian, 12 drum besar dan kecil. Dengan rincian, dua drum besar berisi BBM jenis solar, empat drum besar kosong, dua drum kecil berisi BBM jenis solar, dan empat drum kecil kosong. Lalu, 17 derigen dengan rincian 16 derigen kukuran berarti 20 liter dan 1 derigen kosong berkapasitas 20 liter. Selain itu, tim juga menyita 14 set keranjang derigen serigen, satu unit jet pump atau Alphorn, tiga unit pumpa submersible, enam selang, dan dua buku catatan yang ditemukan di masing-masing gudang, tiga unit handphone, 24 lembar barcode solar berbagai identitas.
Nunung menjelaskan, modus operandi di TKP Tuban adalah melakukan pengambilan dan pengangkutan BBM subsidi jenis solar dari SPBU dengan menggunakan kendaraan yang sama secara berulang dan menggunakan 45 barcode berbeda yang tersimpan di ponsel milik tersangka untuk mengelabui sistem MyPertamina.
Sementara itu, TKP di Karawang, modus operandinya membuat dan mengurus surat rekomendasi pembelian solar untuk mendapatkan barcode MyPertamina.
Barcode ini kemudian dikumpulkan dan digunakan untuk membeli solar subsidi dalam jumlah besar.
“Solar yang diperoleh diangkut secara berulang dari SPBU menggunakan sepeda motor dan kendaraan lain, lalu dikumpulkan di gudang sebelum dijual dengan harga lebih tinggi,” ujar Nunung.
Peran para tersangka Dalam perkara ini, tersangka BC bertugas melakukan pengambilan BBM jenis solar. Dia juga menyewakan lahan miliknya dengan biaya Rp 1 juta per bulan yang digunakan untuk gudang dan kegiatan penyimpanan dan pemindahan BBM jenis solar tersebut.
Baca juga : https://ronggolawenews.com/raibnya-bb-kasus-bbm-subsidi-polres-tuban-dikritik-keras-praktisi-hukum/
Untuk tersangka K dan tersangka J, berperan sebagai sopir dan kenek truk tangki. Kedua tersangka tersebut berperan mengambil dan mengirim BBM jenis solar yang tersimpan di lahan samping rumah tersangka BC.
Proses pemindahan tersebut dilakukan saudara COM dan saudara CRN yang saat ini masih melarikan diri pada saat penindakan dan masuk dalam proses pendarian. “Jadi ada dua DPO (Daftar Pencarian Orang) untuk TKP Tuban,” kata Nunung.
Sementara itu, tersangka E melakukan pembelian solar bersubsidi dari SPBU. Namun, pembelian dilakukan tidak sesuai dengan prosedur, yaitu menggunakan kendaraan bermotor secara berulang-ulang dengan beberapa bercode berbeda, kemudian ditampung di lokasi pangkalan milik tersangka.
Tersangka E juga menjual solar kepada pembeli dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi.
Proses pemindahan tersebut dilakukan saudara COM dan saudara CRN yang saat ini masih melarikan diri pada saat penindakan dan masuk dalam proses pendarian. “Jadi ada dua DPO (Daftar Pencarian Orang) untuk TKP Tuban,” kata Nunung.
Sementara itu, tersangka E melakukan pembelian solar bersubsidi dari SPBU. Namun, pembelian dilakukan tidak sesuai dengan prosedur, yaitu menggunakan kendaraan bermotor secara berulang-ulang dengan beberapa bercode berbeda, kemudian ditampung di lokasi pangkalan milik tersangka.
Tersangka E juga menjual solar kepada pembeli dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi. Selanjutnya tersangka LA, S, AS, dan HB berpean membeli dan mengangkut solar subsidi dari SPBU tanpa melakukan pembayaran, dengan menggunakan kendaraan yang sama secara berulang-ulang dengan menggunakan barcode yang berbeda-beda.
Menurut Nunung, dari pengakuan sementara para tersangka, praktik ini telah berlangsung selama lima bulan di Tuban dengan keuntungan sekitar Rp 1,3 miliar. Sementara di Karawang, kegiatan ini sudah berjalan selama satu tahun dengan keuntungan sekitar Rp 3,7 miliar. Total keuntungan yang diperoleh dari kasus ini mencapai Rp 4,4 miliar. “Kerugian negara masih dihitung oleh pihak ketiga, tetapi dipastikan jumlahnya lebih besar dari keuntungan yang didapat para pelaku,” kata Nunung.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun serta denda hingga Rp 60 miliar.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan