Menyambut Bulan Suro: Saat Alam dan Jiwa Bersemedi dalam Kesunyian Sakral
Tuban, Ronggolawe News – Dalam senyap yang menyelimuti malam, ketika angin berembus pelan di antara pepohonan tua dan suara jangkrik mengalun seperti doa, tibalah Bulan Suro—bulan pertama dalam penanggalan Jawa yang bukan sekadar penanda waktu, melainkan sebuah gerbang menuju kesadaran spiritual.
Bagi masyarakat Jawa, khususnya para pelaku budaya, spiritualis, dan penjaga warisan leluhur, Bulan Suro adalah waktu untuk menundukkan ego, menenangkan diri, dan menyatukan kembali kehendak manusia dengan kehendak alam semesta. Di tengah zaman yang bergerak cepat, Bulan Suro datang sebagai pengingat akan laku prihatin, tirakat, dan semedi, yang dahulu dilakukan para leluhur untuk menjaga harmoni dengan jagad raya.
Di berbagai penjuru desa dan kota di Jawa, suasana berubah menjadi lebih khidmat. Bukan dengan gegap gempita, melainkan dengan hening yang bermakna. Banyak warga yang menggelar ritual malam 1 Suro dengan doa bersama, kenduri, jamasan pusaka, dan lelaku tapa brata. Para pelestari tosan aji membersihkan dan memuliakan keris serta tombak-tombak warisan, bukan semata benda, tetapi sebagai saksi bisu sejarah dan penjaga nilai-nilai luhur.
Di Pesanggrahan Punakawan Muda Ranggalawe, Tuban, suasana malam 1 Suro dipenuhi keheningan. Api kecil dinyalakan, dupa menguar, dan pusaka-pusaka ditata dengan penuh hormat. “Ini bukan sekadar tradisi, tapi bentuk kesetiaan kami kepada warisan leluhur. Bulan Suro mengajarkan bahwa kekuatan sejati lahir dari batin yang bersih,” tutur Anto Sutanto, pendiri dan Dewan Pengawas Pesanggrahan tersebut. Sabtu Legi. 28/06/2025
Bulan Suro juga dikenal sebagai bulan untuk “ngalap berkah” dan memohon perlindungan. Namun lebih dari itu, ia menjadi simbol permulaan baru yang dimulai dengan penyucian diri. Dalam tradisi Jawa, tidak ada awal yang lebih baik daripada hening yang mendalam.
Sebagian orang menjauhi pesta perayaan dan memilih menepi ke alam: ke gunung, ke sungai, atau ke sendang. Mereka membawa doa dan harapan, memanjatkan rasa syukur, sembari memohon petunjuk. Karena dalam diam, mereka percaya, Tuhan lebih mudah didengar.
Bulan Suro adalah napas leluhur yang masih hidup di antara kita. Ia bukan masa lalu, tapi kekinian yang suci. Di dalamnya, waktu seakan membeku, memberi ruang bagi setiap insan untuk kembali mengenali dirinya—bukan sebagai manusia biasa, tapi sebagai makhluk spiritual yang terhubung erat dengan semesta.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan