Tuban, Ronggolawe News — Pengelolaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mendapat sorotan tajam. Kali ini dari Ombudsman RI, yang mendeteksi adanya afiliasi sejumlah yayasan pelaksana Dapur SPPG dengan jejaring politik hingga politisi partai, sebuah temuan yang dinilai berpotensi menggeser fokus program dari kepentingan gizi publik ke kepentingan sempit dan kekuasaan.
Ketua Ombudsman RI, Mokhamad Najib, menyampaikan bahwa temuan ini bukan sekadar isu minor, melainkan indikasi konflik kepentingan sistemik dalam penyelenggaraan program gizi nasional berskala raksasa tersebut.
“Kajian Ombudsman mengidentifikasi potensi afiliasi sejumlah yayasan dengan jejaring politik yang berisiko menimbulkan konflik kepentingan, serta membuka peluang penyalahgunaan wewenang,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).
Meski Ombudsman tidak menyebut nama yayasan maupun daerah secara spesifik, sinyal ini sudah cukup menggambarkan bahwa persoalan fondasional sedang terjadi di balik urusan dapur MBG.
Carut-Marut Seleksi Mitra: 9.632 Yayasan Menggantung, UMKM Gigit Jari
Proses penetapan mitra yayasan dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) disebut menjadi sumber masalah.
Dari 60.500 yayasan yang mendaftar, masih ada 9.632 yayasan yang hingga kini “dirumahkan tanpa kepastian”.
Sebagian dari mereka bahkan sudah membangun dapur dengan modal sendiri, namun tertahan tanpa kejelasan verifikasi.
Di saat yang sama, Ombudsman menyoroti bahwa dapur-dapur yang tidak memiliki jejaring politik justru kesulitan masuk proses verifikasi, sementara beberapa yayasan dengan afiliasi kuat lebih cepat memperoleh akses.
Risiko Paling Berbahaya: Dari Distorsi Program Hingga Maladministrasi Struktural
Najib menilai bahwa tanpa pengawasan kuat, situasi ini dapat berujung pada maladministrasi struktural yang menghambat efektivitas program MBG secara nasional.
“Jika tidak diantisipasi sejak dini dengan regulasi jelas, mekanisme seleksi dapur transparan, serta pengawasan independen, kondisi ini bisa melahirkan maladministrasi struktural,” tegasnya.
Hal ini dapat menggeser orientasi MBG dari program perbaikan gizi menjadi arena politik dan bisnis.
Delapan Masalah Utama Versi Ombudsman: Peta Kegentingan MBG
Kajian Ombudsman RI merinci delapan persoalan besar dalam pelaksanaan MBG:
- Kesenjangan antara target dan realisasi.
- Kasus keracunan massal di sejumlah daerah.
- Penetapan mitra yayasan & SPPG tidak transparan, rentan intervensi politik.
- Keterbatasan SDM, keterlambatan honor, dan beban berlebih relawan dapur.
- Mutu bahan baku tidak sesuai standar, belum ada AQL yang tegas.
- Standar pengolahan makanan tak konsisten, rawan kontaminasi.
- Distribusi makanan tidak tertib, guru dibebani, dan sekolah ditekan MoU sepihak.
- Pengawasan tidak terintegrasi, reaktif, dan belum berbasis data.
Ronggolawe News Catat: Alarm Kegagalan Tata Kelola Sudah Menyala
Temuan Ombudsman menjadi alarm keras bahwa tata kelola MBG berada dalam ancaman intervensi kepentingan elit, bukan lagi persoalan teknis dapur.
Transparansi seleksi yayasan, audit independen, serta pemutusan rantai politik dalam dapur MBG menjadi keharusan esensial agar program ini tidak bergeser menjadi industri baru yang dikuasai kelompok tertentu.





























