Jakarta, Ronggolawe News —
Insiden tabrakan mobil pengangkut Makan Bergizi Gratis (MBG) di Cilincing, Jakarta Utara, yang melibatkan puluhan siswa dan seorang guru, menjadi alarm keras bagi tata kelola program nasional ini. Badan Gizi Nasional (BGN) kini menarik garis tegas: keselamatan anak sekolah tidak boleh dikompromikan oleh kelalaian operasional.
Salah satu kebijakan krusial yang ditegaskan BGN adalah larangan kendaraan pengantar MBG masuk ke area sekolah. Distribusi makanan cukup dilakukan di luar pagar. Kebijakan ini bukan sekadar teknis, melainkan koreksi atas pola distribusi yang selama ini dianggap terlalu longgar.
“Halaman sekolah bukan ruang steril. Anak-anak berlarian, situasinya dinamis. Maka kendaraan harus berhenti di luar pagar,” ujar Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik dan Investigasi, Nanik Sudaryati Deyang.
Sopir Bukan Sekadar Pemegang Setir
Sorotan utama pasca-insiden bukan hanya pada lokasi antar, tetapi juga kualitas pengemudi. BGN menegaskan, sopir MBG harus benar-benar berprofesi sebagai pengemudi, bukan sopir dadakan atau pekerja serabutan yang kebetulan bisa menyetir.
“SIM A itu jangan dianggap formalitas. Harus pengemudi yang menguasai kendaraan, medan, dan bertanggung jawab secara profesional,” tegas Nanik.
Lebih jauh, standar sopir MBG kini menyentuh aspek kepribadian dan rekam jejak. Bebas narkoba, sehat jasmani-rohani, serta memahami jalur distribusi menjadi syarat mutlak. Pendekatan ini menandai pergeseran paradigma: pengantaran MBG diposisikan sebagai tugas berisiko tinggi, bukan sekadar logistik harian.
Murah Tak Selalu Aman
BGN juga menyinggung praktik perekrutan sopir murah oleh mitra pelaksana. Menurut Nanik, efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan keselamatan.
“Jangan karena mau bayar murah, lalu asal cabut sopir. Kalau ada kejadian, tanggung jawabnya tidak berhenti di sopir,” katanya.
Sebagai konsekuensi, BGN membuka opsi sanksi tegas, mulai dari suspend operasional SPPG hingga pemberhentian Kepala SPPG yang terbukti mengabaikan SOP.
Rantai Pengawasan Diperketat
Pengawasan distribusi MBG juga diperketat melalui pengaturan jam kerja personel SPPG. Akuntan, ahli gizi, hingga Kepala SPPG diwajibkan hadir bergantian sejak sore hingga dini hari, memastikan tidak ada celah pengawasan saat makanan disiapkan dan didistribusikan.
BGN menegaskan, pergantian sopir pun tidak boleh sepihak. Semua harus sepengetahuan Kepala SPPG sebagai penanggung jawab lapangan.
Evaluasi Program, Bukan Penghentian
Bagi Ronggolawe News, kebijakan ini menunjukkan bahwa insiden Cilincing menjadi titik balik penting bagi program MBG. Negara memilih memperbaiki mekanisme, bukan menutup program. Namun, perbaikan itu datang dengan konsekuensi: standar lebih tinggi dan toleransi nol terhadap kelalaian.
MBG adalah program untuk masa depan generasi, dan keselamatan anak sekolah tidak boleh kalah oleh alasan praktis. Rem keselamatan kini ditekan. Tinggal bagaimana seluruh pelaksana di lapangan mematuhinya—atau bersiap menerima sanksi.






























