Tuban, Ronggolawe News – Kejaksaan Negeri (Negeri) Tuban telah menaikan status perkara kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Anjungan Pelayanan Mandiri Desa (APMD) di lingkup Pemkab Tuban, Jawa Timur dari penyelidikan naik ke penyidikan sejak Juli 2023 lalu. Namun hingga saat ini penetapan tersangka terkesan tarik ulur.
Laku tarik ulur itu terlihat dari pernyataan dan sikap Kejari Tuban yang saat ini masih menutup rapat kasus dugaan korupsi mesin APMD melibatkan sejumlah pejabat Pemkab Tuban.
Seperti sebelumnya, Kepala Kejari Tuban Armen Wijaya menyatakan bahwa penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mesin APMD akan diumumkan pada akhir tahun 2023, namun gagal terealisasi.
Armen beralasan gagalnya penetapan tersangka ini terganjal karena tidak mampunya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur merampungkan perhitungan kerugian negara.
“Saya pengennya cepat. Tapi kalau penyelesaian auditnya belum selesai, bagaimana saya mau menyampaikan penetapan tersangka. Kalau audit belum keluar saya nyatakan penetapan, tersangkanya malah akan lari duluan. Tidak ada tarik ulur,” kata Armen saat menjawab sejumlah pernyataan wartawan terkait perkembangan kasus dugaan korupsi mesin AMPD di Mapolres Tuban pada Kamis 13 Juni 2024 lalu.
Namun demikian, setelah hasil audit dari BPKP Jawa Timur dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin APMD tersebut sudah keluar, Kejari Tuban hingga saat ini tak kunjung menetapkan tersangka.
Terbaru, Kejari Tuban justru menutup rapat penanganan kasus dugaan korupsi tersebut. Kepala Seksi Intelijen di Kejari Tuban Stephen Dian Palma mengaku tak mengetahui sejauh mana hasil penyidikannya.
“Saya tidak tahu sampai mana perkembangannya (kasus dugaan korupsi pengadaan mesin APMD, Red). Saya tanyakan kasi teknis yang menangani dulu. Nanti saya sampaikan lagi,” ungkap Stephen saat dihubungi, Senin (15/07/2024).
Indikasi tarik ulur penetapan tersangka ini pun mendapat sorotan dari praktisi hukum Nang Engki Anom Suseno. Menurut dia, demi mewujudkan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan, maka sudah menjadi kewajiban Kejari Tuban untuk melakukan proses penanganan tindak pidana korupsi dalam tempo dan waktu secepat mungkin dengan transparan dan akuntabel.
“Dewasa ini masyarakat sudah cerdas ketika sedikit saja ada sesuatu yang janggal dalam penanganan perkara tensinya pasti dapat dipastikan negatif maka untuk menghindari itu ya seharusnya proses penanganan perkara dugaan pengadaan mesin APMD dini haruslah segera diperjelas,” terang Engki sapaan akrabnya.
Engki menjelaskan, kasus dugaan korupsi itu tentunya melibatkan beberapa banyak orang dan stakeholder yang berada di Pemkab Tuban. Artinya kasus ini memang membutuhkan kehati-hatian dalam penanganannya.
Tetapi, jika Kepala Kejari Tuban sebelumnya menyatakan setelah terdapat hasil audit akan segera ada tersangkanya, maka yang perlu dicermati adalah hasil perhitungan dari BPKP Provinsi Jatim apakah dipastikan ada kerugian negara.
Jika sudah ada kerugian, kenapa juga belum ditetapkan tersangka, lalu apakah terdapat indikasi tarik ulur atau sengaja memperlambat penanganan proses kasus ini? Engki menyebut bahwa yang bisa menjawab adalah Kepala Kejari Tuban.
“Namun begini, secara normatif jika sudah terdapat hasil audit dari lembaga yang ditunjuk atau dalam hal ini BPKP, maka segera mungkin setelah itu haruslah diumumkan siapa tersangkanya,” tegasnya.
Engki menambahkan jika masyarakat merasa ada indikasi negatif dalam penanganan kasus dugaan korupsi mesin APMD, bisa melaporkan ihwal itu ke Jamwas Kejagung dan Komjak RI.
“Dan state Auxiliary organ yang lain yang konsen di bidang pengawasan terhadap aparatur penegak hukum,” tandasnya.@red