Bojonegoro, Ronggolawe News – Dentuman genderang peringatan Hari Jadi Bojonegoro (HJB) ke-348, Senin (20/10/2025), menggema di Alun-Alun Kota. Di tengah gegap gempita upacara dan parade budaya, sesungguhnya tersimpan pesan mendalam: bahwa Bojonegoro bukan hanya sedang merayakan usia, tetapi tengah meneguhkan jati dirinya sebagai daerah yang lahir dari perlawanan, kerja keras, dan kesetiaan pada tanahnya sendiri.
Acara tersebut dirangkaikan dengan pembukaan Museum Rajekwesi – sebuah simbol kebangkitan kesadaran sejarah – serta penyerahan penghargaan bagi warga berprestasi dan pelaku pajak daerah yang menjadi tulang punggung pembangunan.
Namun di balik seremoni yang meriah, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono mengingatkan agar peringatan ini tidak berhenti pada pesta dan seremonial.
“Kita ini bukan sekadar pewaris tanah, tapi pewaris semangat. Bojonegoro harus berdiri di atas sinergi antara rakyat, pemerintah, dan alamnya sendiri,” ujarnya dengan nada tegas di tengah upacara.
Tema besar “Bersinergi untuk Bojonegoro Mandiri” sejalan dengan semangat Jawa Timur: “Jatim Tangguh Terus Bertumbuh.” Kedua tema itu bukan hanya slogan, tetapi menjadi kompas moral untuk menata masa depan dengan gotong royong, bukan sekadar menggantungkan diri pada sumber daya minyak dan gas yang kian menipis.
Dari catatan sejarah, Bojonegoro bukan wilayah yang lahir dari kemewahan, melainkan dari perjuangan rakyat tani dan aliran Bengawan Solo yang menjadi saksi keteguhan warganya. Dari masa Kadipaten Jipang Panolan, era Majapahit, hingga pemerintahan modern, Bojonegoro selalu menjadi tempat di mana rakyat menanam harapan di tengah kesederhanaan.
Kini di usia ke-348, tantangannya bukan lagi soal eksistensi, tetapi soal arah pembangunan dan kesadaran sejarah. Di tengah laju eksploitasi energi dan industri, Bojonegoro dituntut tetap berpihak pada manusia, bukan hanya angka pertumbuhan.
“Kemajuan tanpa akar budaya akan kehilangan arah. Warisan para leluhur seperti semangat mandiri, berdaulat, dan gotong royong harus terus dihidupkan,” tutur Bupati Wahono dalam pidato reflektifnya.
Selepas upacara, Forkopimda menyerahkan penghargaan kepada 26 warga berprestasi, termasuk kelompok masyarakat desa yang aktif dalam percepatan pelunasan PBB dan inovasi pelayanan publik. Namun penghargaan sesungguhnya, kata Bupati, bukan medali atau sertifikat — melainkan kejujuran dalam bekerja untuk rakyat.
Bojonegoro hari ini bukan hanya tentang kilang minyak, padi, atau proyek infrastruktur. Ia adalah cermin dari perjalanan manusia yang ingin menemukan keseimbangan antara kemajuan dan kearifan lokal.
Dan di bawah langit biru alun-alun Bojonegoro, gema Hari Jadi ke-348 bukan sekadar lagu perayaan — melainkan doa agar sejarah panjang itu tak hanya diingat, tetapi dijaga dan diteruskan.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan