Tuban, Ronggolawe News —
Pencopotan Kapolres Tuban AKBP William Cornelis Tanasale, S.I.K., bukan sekadar rotasi jabatan biasa. Di balik keputusan tegas Kapolda Jawa Timur itu, tersimpan rangkaian dugaan praktik menyimpang yang kini mulai terkuak ke ruang publik—termasuk pengakuan mengejutkan dari anggota internal kepolisian sendiri.
Seorang bintara yang bertugas di lingkungan SATPAS Polres Tuban, kepada wartawan, mengungkapkan bahwa praktik yang selama ini dipersoalkan masyarakat bukan inisiatif personal di level bawah.
“Semua atas perintah pimpinan. Saya hanya pelaksana. Disuruh ke sana ke mari, ya saya jalani,” ujarnya singkat, namun mengguncang.
Pengakuan tersebut memperkuat dugaan bahwa praktik pungutan liar (pungli), setoran, hingga penyimpangan prosedur pelayanan publik—khususnya penerbitan SIM—tidak terjadi secara sporadis, melainkan berjalan sistematis dan berjenjang.
Pencopotan Bukan Akhir Cerita
Pengamat kepolisian asal Surabaya, Dr. Didi Sungkono, S.H., M.H., menilai pencopotan Kapolres Tuban adalah langkah awal yang patut diapresiasi. Namun, ia mengingatkan, reformasi Polri tidak boleh berhenti pada pergantian jabatan.
“Ini sinyal bahwa Polri berani berubah. Tapi kalau perbuatannya terbukti, jangan berhenti di etik. Harus pidana,” tegas Didi, Jumat (12/12/2025).
Menurutnya, jika terbukti ada pemaksaan setoran, aliran dana ilegal, atau kepemilikan harta tidak wajar, maka jerat hukum yang relevan bukan hanya pelanggaran disiplin, melainkan UU Tipikor dan bahkan UU TPPU.
“Polri itu sipil bersenjata. Kalau terbukti pidana, sidangnya harus terbuka. Bukan cuma etik, lalu diam-diam dipindah atau dipromosikan. Praktik lama seperti itu justru membunuh kepercayaan publik,” katanya.
Laporan Media, Dikeluhkan Publik
Selama kepemimpinan AKBP William, Polres Tuban disebut berulang kali menerima laporan akurat dari jurnalis dan masyarakat. Mulai dari dugaan jual-beli kewenangan di Satlantas, pungli penerbitan SIM, setoran liar, hingga kasus salah tangkap oleh oknum Satreskrim.
Alih-alih ditindaklanjuti secara serius, laporan-laporan tersebut justru dinilai publik “menguap” tanpa kejelasan. Kondisi ini memperkuat persepsi bahwa praktik menyimpang dibiarkan, bahkan diduga dilindungi.
“Keluhan soal pungli SIM dan praktik liar di Samsat Tuban itu bukan cerita baru. Sudah lama,” ujar Didi. “Kalau Kapolres membiarkan, itu bukan kelalaian biasa, tapi pengkhianatan terhadap amanah jabatan.”
Reformasi Diuji di Tuban
Pencopotan AKBP William oleh Kapolda Jawa Timur kini dibaca sebagai uji konsistensi reformasi Polri. Publik menilai, langkah ini menunjukkan tidak adanya tebang pilih dalam penegakan disiplin internal.
Namun, pertanyaan besarnya tetap sama:
apakah kasus ini akan berhenti sebagai catatan mutasi, atau berlanjut ke proses hukum yang transparan dan akuntabel?
Bagi masyarakat Tuban, jawabannya menentukan arah kepercayaan terhadap institusi kepolisian. Sebab pesan publik sangat jelas—penegakan hukum tidak boleh berhenti di permukaan.
Jika benar praktik pungli dilakukan “atas perintah pimpinan”, maka yang harus diproses bukan hanya pelaksana di lapangan, melainkan seluruh mata rantai kekuasaan yang menyalahgunakan jabatan.
Di titik inilah, Polri diuji:
berani bersih hingga ke akar, atau kembali membiarkan luka lama menganga.






























