Tuban, Ronggolawe News – Keluhan nasabah terhadap perusahaan asuransi kembali mencuat setelah ditemukan fakta bahwa banyak peserta merasa dirugikan secara sistematis saat menghentikan polis sebelum masa kontrak berakhir. Dugaan bahwa sistem asuransi menjadi semacam produk “pembodohan legal” terhadap masyarakat semakin menguat.
Salah satu kasus mencuat di Tuban, dialami oleh Anto Sutanto, warga Kelurahan Baturetno, yang selama dua tahun empat bulan rutin membayar premi asuransi sebesar Rp300.000 per bulan. Namun saat hendak menghentikan polis, dana yang dikembalikan oleh pihak asuransi hanya sebesar Rp1.808.500 – sangat jauh dari total iuran yang telah ia setorkan yakni Rp8.400.000.
“Saya bayar tiap bulan dengan tertib, berharap suatu hari bisa kembali. Tapi kenyataannya seperti ditipu diam-diam. Begitu mau berhenti, uang saya hampir habis tanpa tahu ke mana ruginya,” ujar Anto.
Pihak asuransi dalam kasus tersebut berdalih bahwa dana pengembalian sudah sesuai dengan tabel penalti yang tercantum dalam ilustrasi awal. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak nasabah tidak memahami atau bahkan tidak pernah membaca ilustrasi tersebut secara menyeluruh. Bahkan, dalam banyak kasus, tabel tersebut tidak dijelaskan secara rinci oleh agen pemasaran.
Potongan Dana Besar di Tahun-Tahun Awal
Dalam banyak produk asuransi jiwa dan unit link, tahun-tahun awal premi peserta justru banyak tersedot untuk biaya akuisisi, biaya administrasi, dan proteksi dasar. Akibatnya, nilai tunai yang tercipta di awal sangat kecil, bahkan mendekati nol.
“Yang kami persoalkan bukan hanya soal uang kembali kecil, tapi soal minimnya edukasi dan transparansi dari agen maupun perusahaan asuransi kepada nasabah,” lanjut Anto.
Dorongan Evaluasi Regulator
Kondisi ini mendorong berbagai pihak, termasuk aktivis perlindungan konsumen dan praktisi keuangan, untuk mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan audit menyeluruh terhadap mekanisme pemasaran dan ilustrasi manfaat produk-produk asuransi.
“Jika masyarakat terus-menerus dirugikan oleh produk yang tidak mereka pahami penuh, maka ini bukan hanya soal literasi, tapi juga soal tanggung jawab industri,” jelas analis keuangan independen dari Surabaya.
Ilustrasi Kritis: Sindiran Visual terhadap Industri Asuransi
Sebagai bentuk ekspresi atas kekecewaan tersebut, seniman Anto Sutanto juga meluncurkan lukisan kritik visual bergaya kartun politik, menggambarkan nasabah yang tertunduk lesu di hadapan sosok besar bersetelan jas dengan dokumen “Assuransi” di tangan dan uang receh yang dijatuhkan.
Gambar ini diberi tajuk:
“Sistem Asuransi Diduga Produk Pembodohan terhadap Nasabah”
(Karya Pelukis: Anto. S)
Lukisan ini menjadi simbol protes visual terhadap sistem keuangan yang dianggap timpang dan menyudutkan konsumen kecil yang tidak paham detail teknis produk.
Penutup: Perlu Revolusi Literasi Finansial
Kasus ini menunjukkan perlunya revolusi literasi finansial, terutama di sektor-sektor yang menyangkut kontrak jangka panjang seperti asuransi. Masyarakat harus didorong untuk memahami secara utuh hak dan kewajibannya, serta diberikan ruang untuk mempertanyakan keadilan dalam kontrak yang mereka tandatangani.
“Asuransi seharusnya menjadi solusi, bukan jebakan keuangan,” tutup Anto.
📌 Redaksi: Media Ronggolawe News
📞 Kontak: 0812-5228-8365
📬 Email: redaksi@ronggolawe.news
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan