Mojokerto, Ronggolawe News – Bawaslu Kabupaten Mojokerto menggelar rapat koordinasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) di hotel Aston, Jalan Totok Kerot 51, Bypass Kenanten, Puri, Mojokerto, (4/10/2024) Jum’at pagi.
Acara yang digelar oleh Bawaslu ini melibatkan unsur Kejaksaan dan Kepolisian yang bertujuan untuk penyamaan persepsi terkait dengan potensi pelanggaran pada masa kampanye dalam pilkada serentak.
Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Dody Faizal mengatakan, selain penyamaan persepsi terkait potensi pelanggaran pada masa kampanye, pertemuan ini juga membahas adanya laporan dari masyarakat yang sudah ditangani, juga untuk bedah aturan terkait potensi pelanggaran yang ada.
Kegiatan ini termasuk intern,saat media konfirmasi sama ketua Bawaslu dengan, saudara Dody faizal menjelaskan bahwa kegiatan ini dilakukan minimal sebulan ada dua kali pertemuan.
“Kita menyenggarakan ini satu sampai dua kali setiap bulan, selama pada tahapan Pilkada ini. Terkait dengan itu memang harus kita lakukan karena bentuk koordinasi dan sinergisitas antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan,” jelasnya.
Sebelumnya Bawaslu sudah menyelenggarakan sosialisasi dengan kepala desa se-kabupaten Mojokerto yang terbagi dalam dua sesi, sesi pertama berlangsung di hotel Vanda Gardenia, Trawas, Kamis (3/10/2024) kemarin.
“Sosialisasi terkait potensi kepala desa pada masa kampanye ini, karena kepala desa merupakan penguasa di Desa. Potensi warga untuk patuh dengan kepala desa itu besar, kita imbau pada saat itu kepala desa harus netral, meskipun netralnya kepala desa, ASN itu masih bisa memilih, tidak seperti TNI/Polri,” Jelasnya.
Dody menyampaikan adapun pasal yang disebut penyelenggara, Aparatur Sipil Negara (ASN), pejabat negara, kepala desa itu pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 ayat 1, juncto 188 tentang Pilkada.
Salah satu larangan yang diatur dalam Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016, yakni pada ayat (1), bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Adapun kalau melanggar aturan, akan kena sanksi yaitu Pasal 188; “Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00,” pungkasnya. (heni)