Kediri, Ronggolawe News – Diduga lahan perhutani dialih fungsikan menjadi Kegiatan Usaha Pertambangan Galian C, Pertambangan tersebut terletak di dua wilayah yaitu Kabupaten Kediri meliputi Desa Manggis dan Desa Sempu Kecamatan Ngancar dan Kabupaten Blitar meliputi Desa Sumberasri Kecamatan Nglegok (Wilayah Terdampak).
Kegiatan pertambangan galian C tersebut berada ditengah persawahan, setiap hari kurang lebih ada sekitar hampir 100 mobil dum truck yang mengantri untuk mengakut pasir, serta ada 6(Enam) alat berat seperti Excavator (Bego) yang digunakan untuk menggali, memindahkan, dan mengangkut material tersebut.
Dari keterangan warga desa Sumberasri Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar, berinisial “M” kegiatan pertambangan galian C tersebut sudah lama, dan yang dibuat pertambangan itu sebetulnya tanah dari perhutani, dulu tanah tersebut memang dikelola oleh warga sini kemudian lama kelamaan dijual dan dijadikan pertambangan galian C, Sabtu (17/5/2025).
Pada awak media Kades Sumberasri berinisial “S” Membenarkan adanya pertambangan di wilayah nya kegiatan tersebut dimulai sejak tahun 2021 dan memang itu lahan dari perhutani.
Terkait lahan dulu dikelola oleh perhutani. Setelah reformasi dikelola oleh warga.
- terkait yg sosialisasi kedesa sumberasri bukan Bbws tapi NGAINI
Masih kades Sumberasri, Pertambangan tersebut dilakukan oleh NGAINI dan sudah ada kontribusi ke pada warga yang terdampak, untuk masalah ijin itu sudah disosialisasikan oleh Balai Besar Wilayah Sungai ( BBWS) dan terkait ijin kelengkapan pertambangan saya tidak tahu menahu karena bukan kewenangan saya. Ungkap nya.
Sementara Kades Desa Manggis dan Desa Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri berinisial “KN dan EO”, saat didatangi awak media juga membenarkan kalau ada kegiatan Pertambangan galian C di wilayah nya, Kamis (22/5/2025).
Kades Manggis “KN” mengatakan hal yang sama bahwa kegiatan pertambangan tersebut sudah beroperasi sejak tahun 2021 dan yang digali itu memang lahan dari perhutani.
kades Manggis “KN” menambahkan dulu pernah dikasih kontribusi kepada warga yang terdampak sebesar Rp 20.000.000 oleh NGAINI tapi itu cuma berjalan selama 2 tahun saja ( 2021-2023) dan setelahnya sampai hari ini tidak ada kontribusi lagi pada warga yang terdampak.
Sementara Kades Sempu “EO”, juga mengatakan hal yang sama bahwa kegiatan pertambangan tersebut memang lahan dari perhutani, untuk masalah kontribusi cuma untuk wilayah yang terdampak, dan tidak pernah ada sosialisasi ke desa.
Bahwa sebetulnya sudah jelas tugas pokok dan fungsi Perhutani (Perusahaan Umum Kehutanan Negara) adalah mengelola kawasan hutan negara secara lestari, khususnya di Pulau Jawa dan Madura. Perhutani adalah BUMN yang berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Tapi masih saja ada oknum nakal yang membuat fungsi pengelolaan hutan menjadi lahan pertambangan galian C, padahal sudah jelas Pemanfaatan lahan Perhutani untuk kegiatan non-kehutanan, termasuk galian C, memerlukan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Izin-izin yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha galian C meliputi Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Lingkungan, dan izin-izin terkait lainnya sesuai dengan regulasi yang berlaku. Ketidak patuhan terhadap regulasi akan berakibat pada sanksi administratif maupun sanksi pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
KLHK tidak boleh memberi izin penambangan (seperti galian C) tanpa prosedur yang sesuai, terutama jika terkait kawasan hutan. Jika terjadi, pejabat yang terlibat bisa dikenai sanksi administratif, pidana, bahkan perdata, tergantung dampaknya dan bukti penyalahgunaan wewenangnya.
Jika terbukti menyalahgunakan wewenang atau melakukan perbuatan melanggar hukum Pejabat KLHK dapat dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor (penyalahgunaan wewenang), dengan ancaman pidana hingga 20 tahun. Juga bisa dikenai pasal pidana lingkungan hidup jika menyebabkan kerusakan lingkungan (UU 32/2009).
Sedangkan pengusaha galian C yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin pelepasan kawasan atau persetujuan pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari KLHK Bisa dikenai sanksi pidana kehutanan (UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) dan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara dan/atau denda miliaran rupiah.
Apalagi yang melakukan sosialisasi adalah
BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) yang merupakan unit kerja di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia yang bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya air di suatu wilayah sungai.
Yang bertugas meliputi perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan infrastruktur sumber daya air seperti bendungan, irigasi, pengendalian banjir, dan konservasi sungai.
Kegiatan galian C tidak boleh dilakukan sembarangan di wilayah sungai, Harus ada izin pertambangan yang sah, dan izin pemanfaatan ruang dari BBWS jika berada di wilayah kewenangannya.
Jika berada di sempadan sungai atau badan sungai, biasanya tidak diperbolehkan karena berisiko merusak ekosistem dan infrastruktur pengendali banjir.

Seharusnya sebelum melakukan kegiatan usaha penambangan sebaiknya langkah awal untuk mengetahui bagaimana proses reklamasi dan rehabilitasi yang akan di lakukan perlu adanya AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) karena untuk mengetahui dampak-dampak kemungkinan yang akan terjadi.
Peran AMDAL dalam pengelolaan lingkungan sangat penting karena aktivitas penambangan dapat dilakukan apabila proses penyusunan telah berdasar pada perkiraan Dampak lingkungan yang akan timbul akibat di jalankan nya proyek pertambangan.
Rehabilitasi atau reklamasi dilakukan untuk mengembalikan fungsi lahan yang harusnya menjadi lahan penopang dan penadah air hujan, juga dapat mengatasi berbagai masalah seperti masalah sosial dan ekonomi yang timbul.
Padahal sudah jelas peraturan perundang-undangan terkait pelaku usaha Galian C seperti yang tercantum dibawah ini :
•Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara:
- Pasal 15: Mengatur tentang perizinan usaha pertambangan.
- Pasal 25: Mengatur tentang kewajiban reklamasi dan pascatambang.
- Pasal 70: Mengatur tentang sanksi pidana bagi pelanggar peraturan pertambangan.
•Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Perizinan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara:
Pasal 11: Mengatur tentang persyaratan permohonan izin usaha pertambangan.
•Peraturan Daerah (Perda) tentang Galian C di masing-masing daerah:
Setiap daerah memiliki Perda sendiri yang mengatur tentang galian C, termasuk persyaratan perizinan, tata cara penambangan, dan sanksi bagi pelanggar.
Dan jika terbukti Galian C tesebut tidak mempunyai izin sama sekali maka pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
Pasal 158 UU Minerba mengatur sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
Disini peran APH (Aparat Penegak Hukum) sangat diperlukan terkait adanya kegiatan Galian C tersebut khusus nya di wilayah Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar.
Harusnya aparat penegak hukum jika menemukan kegiatan galian C ilegal di wilayahnya, mereka wajib melakukan tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tindakan tersebut dapat berupa penyelidikan dan penyidikan, penghentian kegiatan, penindakan hukum serta kerjasama antar lembaga.
Ketegasan aparat penegak hukum dalam menindak galian C ilegal sangat penting untuk melindungi lingkungan dan menegakkan hukum.
Sementara itu dari pihak Perhutani belum ada yang memberikan keterangan terkait masalah penggunaan tanah milik perhutani yang dibuat pertambangan.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan