Kediri, Ronggolawe News – Kasus dugaan penipuan dengan kerugian mencapai Rp 200 juta yang dilaporkan seorang warga Kabupaten Kediri, Denis Andhika Kurniawan, hingga kini belum menemukan titik terang.
Denis yang merupakan warga Desa Tanggung Mulyo mengaku kecewa terhadap lambannya proses hukum yang ditangani Polres Kabupaten Kediri.
Awalnya, kasus ini teregistrasi melalui Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan Masyarakat (STTLPM) Nomor: LPM/7/V/2024/SPKT tertanggal 8 Mei 2024.
Laporan kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan diterbitkannya Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor: STTLP/B/144/X/2024/SPKT/POLRES KEDIRI/POLDA JAWA TIMUR pada 24 Oktober 2024.
Terlapor berinisial “SFI” dilaporkan atas dugaan penipuan yang menyebabkan kerugian ratusan juta rupiah.
Namun, hingga pertengahan Agustus 2025, kasus tersebut dinilai mandek. Meski pelapor sudah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Nomor: B/424/VI/RES.1.11/2025/Satreskrim tertanggal 25 Juni 2025.
Isi surat hanya menyebutkan bahwa kasus masih dalam tahap penyidikan. Penyidik disebut telah memeriksa pelapor, saksi-saksi, serta meminta keterangan pihak BRI, tetapi belum ada penetapan tersangka.

( korban penipuan rp. 200 juta – red)
Pelapor Kecewa, Meminta Kepastian Hukum
“Kami menghargai kerja kepolisian, tetapi kasus ini terlalu lama tanpa kepastian hukum. Harapannya ada transparansi dan keseriusan dalam menangani laporan ini, karena menyangkut kerugian besar dan keadilan bagi masyarakat,” ungkap Denis Andhika Kurniawan kepada awak media, Minggu (17/8/2025).
Denis menegaskan, dirinya hanya menginginkan adanya kejelasan hukum, bukan sekadar janji atau laporan perkembangan yang tidak menunjukkan arah.
Praktisi Hukum sekaligus Penasehat hukum PT. Sang Putra Ronggolawe News, Agus Sholahudin turut menyoroti profesionalisme, lambannya penanganan penyidik dalam perkara ini.
Menurutnya, kepolisian memiliki kewajiban berdasarkan undang-undang untuk menindaklanjuti laporan masyarakat secara cepat, transparan, dan berkeadilan.
“Jika sebuah perkara bisa mandek hingga bertahun-tahun tanpa kejelasan status tersangka, maka patut dipertanyakan sejauh mana keseriusan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Apakah ini murni kendala teknis, atau ada faktor lain yang membuat proses hukum seakan dibiarkan berlarut-larut?” tegas Agus.
Agus menambahkan, publik berhak tahu dan menuntut akuntabilitas kepolisian. Bila kasus dengan bukti yang cukup tidak juga diproses tuntas, keraguan masyarakat terhadap integritas penyidik akan semakin kuat.
Menurut Agus, kritik ini bukan dimaksudkan untuk melawan institusi kepolisian, melainkan dorongan agar aparat penegak hukum lebih profesional dalam bekerja. Penegakan hukum, katanya, tidak boleh tebang pilih, tidak boleh lamban, dan tidak boleh memberi kesan melindungi pihak tertentu.
“Publik menanti jawaban nyata: apakah kasus ini akan ditangani dengan tegas hingga tuntas, atau justru menjadi catatan buruk bagi citra kepolisian di mata masyarakat?” pungkasnya.
Kasus ini menyoroti betapa pentingnya profesionalisme dan akuntabilitas aparat penegak hukum dalam menangani laporan masyarakat.
Lambannya proses penyidikan dikhawatirkan dapat menggerus kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, khususnya dalam pemberantasan tindak pidana penipuan.
Pelapor pun berharap Polres Pare Kediri bersama Polda Jawa Timur segera mengambil langkah konkret agar perkara ini tidak terus berlarut-larut tanpa kepastian hukum.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan