Tuban, Ronggolawe News —
Rapat Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Tuban pada 19 Desember 2025 kembali membuka luka lama: jurang pendapatan antara buruh yang terus tergerus kebutuhan hidup, dan pengusaha yang terus meminta “realitas ekonomi” dipahami.
Dari pukul 08.00 hingga menjelang magrib, tensi rapat nyaris tidak pernah turun—dan pada akhirnya menghasilkan keputusan yang dianggap tidak memihak buruh, hanya menaikkan UMK Tuban 2026 sebesar Rp 159.596.
Angka itu membuat UMK Tuban 2026 berada di Rp 3.209.966, atau naik 5,23 persen dari tahun 2025. Jauh dari tuntutan buruh yang meminta UMK disesuaikan dengan KHL (Kebutuhan Hidup Layak) Rp 3.575.938.
Dari sisi buruh, keputusan itu dianggap sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam memastikan upah pekerja tetap relevan di tengah lonjakan harga kebutuhan pokok, biaya energi, dan biaya hidup yang makin tak terkendali.
Buruh Kekeuh: “KHL Itu Hak, Bukan Sekadar Angka Gantungan!”
Perwakilan FSPMI Tuban, Duraji, menegaskan bahwa UMK seharusnya mengikuti KHL, bukan sekadar mengikuti rumus dalam PP 49/2025.
“Kami tidak sepakat, dan kami masukkan dissenting opinion dalam berita acara. Ini agar gubernur tidak hanya melihat formula, tapi melihat realita buruh di lapangan,” ujarnya.
Selain perbedaan angka, usulan buruh menambah KBLI UMSK dari enam menjadi sebelas jenis juga diperdebatkan keras dalam forum.
Tambahan kategori perusahaan batu kapur dan batu gamping memicu ketegangan di ruang rapat.
Pengusaha: “Kami Sudah Kompromi. Jangan Minta Lebih.”
APINDO Tuban, lewat M. Khanif Muaiyad, justru menyambut baik kenaikan 5,23 persen tersebut. Menurutnya, nilai alfa 0,7 sudah titik tengah yang “paling aman” bagi pengusaha.
“Kondisi usaha masih berat. Kenaikan yang tidak sesuai formula akan membebani dunia usaha dan mengancam tenaga kerja,” jelasnya.
Dengan kata lain, pengusaha ingin kenaikan tetap rendah dan terukur sesuai PP 49/2025.
Pemerintah Kabupaten: “Tugas Kami Menyampaikan.”
Kepala Disnakerin Tuban, Rohman Ubaid, hanya memastikan hasil rapat akan dikirim ke bupati dan diteruskan ke gubernur untuk penetapan resmi.
Seperti biasa, pemerintah daerah berada di tengah, seakan enggan menjadi pihak yang bersuara paling nyaring dalam polemik ini.
Analisis Tajam Ronggolawe News
Kenaikan Rp 159 Ribu = Tidak Setara dengan Lonjakan Harga Kebutuhan Pokok
Jika dihitung dengan fluktuasi harga beras, gas LPG, sewa rumah, biaya pendidikan, hingga transportasi, kenaikan Rp 159 ribu tidak mampu menutup kenaikan real kebutuhan hidup pekerja dalam 12 bulan terakhir.
Sementara itu, pengusaha berargumen soal keberlanjutan usaha—tapi ironisnya, banyak perusahaan besar di Tuban justru meningkat produksinya.
Buruh kembali menjadi kelompok paling terdampak, sementara forum rapat tahunan ini terus menjadi ajang tarik-ulur yang tak pernah berpihak penuh kepada kesejahteraan pekerja.
Kesimpulan: UMK 2026 Tuban Berpotensi Memperlebar Kesenjangan
Keputusan ini bukan hanya soal angka, tetapi soal arah keberpihakan. Apakah pemerintah akan tunduk pada formula atau melihat situasi nyata rakyat? Apakah buruh akan kembali menerima
“kenaikan minimal” yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga?
Ataukah ini pertanda bahwa buruh Tuban harus bersiap menyediakan strategi lanjutan menjelang penetapan gubernur?
Ronggolawe News akan terus memantau.
Reportase Eksklusif Media Ronggolawe News
Mengabarkan dengan ketajaman, tanpa kompromi.





























