Lamongan, Ronggolawe News – Proses seleksi perangkat desa kembali tercoreng skandal. Kali ini, dugaan praktik kotor mencuat di Desa Sugihwaras, Kecamatan Kalitengah, Lamongan, dalam seleksi jabatan Kaur Kesra. Warga menuding adanya permainan mahar hingga Rp 200–250 juta serta indikasi kuat nepotisme, lantaran salah satu calon diduga memiliki hubungan dekat dengan perangkat desa aktif.
Seorang narasumber yang enggan disebut namanya mengungkapkan, praktik semacam ini bukan kali pertama terjadi. Pola serupa pernah mencuat pada seleksi tahun 2022, ketika calon yang terpilih diduga memperoleh nilai “tak wajar” disertai transaksi mahar ratusan juta rupiah.
“Warga sudah bosan dengan praktik jual beli jabatan seperti ini. Kalau tidak ditindak, perangkat desa nanti isinya hanya keluarga sendiri dan orang yang punya uang,” tegas seorang warga di warung kopi yang ramai membicarakan isu ini.
Bertentangan dengan Regulasi
Dugaan mahar jelas bertentangan dengan Permendagri No. 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri No. 83 Tahun 2015 mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Aturan ini menegaskan bahwa seleksi perangkat desa harus dilakukan dengan prinsip kompetensi, transparansi, objektivitas, dan akuntabilitas.
Selain itu, praktik nepotisme yang melibatkan keluarga perangkat aktif juga bisa melanggar UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Celah Hukum: Mahar = Gratifikasi & Korupsi
Bila terbukti adanya pembayaran ratusan juta rupiah, hal itu berpotensi menjerat para pelaku dengan pasal-pasal berikut:
- Pasal 12 huruf e UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001)
→ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah/gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban/tugasnya, dipidana penjara seumur hidup atau 4–20 tahun dan denda Rp 200 juta–Rp 1 miliar. - Pasal 368 KUHP tentang pemerasan
→ Jika ada pihak yang secara aktif meminta atau memaksa pembayaran sebagai syarat kelulusan. - Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan jabatan
→ Aparat atau panitia yang menyalahgunakan kewenangannya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Dengan demikian, seleksi perangkat desa dengan mahar dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang serius dan bukan sekadar “aturan main internal desa.”
Tuntutan Publik
Masyarakat Sugihwaras mendesak Camat Kalitengah, Inspektorat Kabupaten Lamongan, hingga APH (Aparat Penegak Hukum) untuk turun tangan. Pengawasan independen diperlukan agar seleksi tidak jatuh ke tangan kelompok yang mengutamakan uang dan hubungan keluarga.
“Kalau ini dibiarkan, bukan hanya rusak moral pemerintahan desa, tapi juga hancur kepercayaan rakyat pada negara,” ucap seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.
Bungkamnya Aparat Desa
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Sugihwaras Siaji maupun Sekretaris Desa Supriyo yang dihubungi melalui WhatsApp , Rabu. 24/09/2025. telah membaca pesan konfirmasi dari wartawan, tetapi tidak memberikan jawaban sama sekali.
Sikap bungkam ini justru menambah kuat dugaan publik bahwa ada praktik kotor yang sengaja ditutup-tutupi.
✍️ Catatan Redaksi Ronggolawe News:
Seleksi perangkat desa seharusnya menjadi ruang lahirnya kader desa yang kompeten dan bersih, bukan ladang jual beli jabatan. Negara wajib hadir. APH jangan menunggu gaduh, tapi harus bergerak cepat menegakkan hukum.