Semarang, Ronggolawe News – Dunia pers kembali diuji. Dugaan penyekapan dan kekerasan terhadap seorang wartawan media online di Semarang menjadi sinyal keras bahwa ancaman terhadap kebebasan pers belum sepenuhnya sirna. Peristiwa yang menimpa wartawan berinisial A ini memantik reaksi luas dari komunitas pers yang menilai insiden tersebut sebagai bentuk intimidasi serius terhadap kerja jurnalistik.
Ketua Persatuan Wartawan Online Independen Nasional (PWOIN) Kota Semarang, Vio Sari, menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh dipandang sebagai persoalan individu semata. Menurutnya, ketika seorang jurnalis mengalami kekerasan saat menjalankan tugas, yang diserang bukan hanya korban, tetapi juga hak publik untuk memperoleh informasi.
“Ini bukan sekadar konflik biasa. Dugaan penyekapan terhadap wartawan adalah peringatan keras bahwa kebebasan pers masih rentan dilanggar,” tegas Vio Sari, Sabtu (13/12/2025).
Informasi yang dihimpun menyebutkan, dugaan kekerasan tersebut melibatkan oknum dari sebuah perusahaan swasta. PWOIN menilai tindakan itu telah melampaui batas etika dan masuk ke ranah pidana, karena berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta ketentuan dalam KUHP.
Lebih jauh, komunitas pers menyoroti respons aparat penegak hukum yang dinilai belum menunjukkan urgensi sebanding dengan seriusnya kasus ini. Lambannya penanganan dikhawatirkan menimbulkan preseden buruk dan membuka ruang impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
“Penegakan hukum yang ragu-ragu hanya akan memperlemah posisi pers. Polisi harus bertindak cepat, objektif, dan transparan agar tidak muncul kesan pembiaran,” ujar Vio yang akrab disapa Bunda Vio.
PWOIN Kota Semarang menyatakan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka juga mengajak seluruh organisasi pers, masyarakat sipil, dan lembaga negara untuk berdiri di barisan yang sama dalam melindungi jurnalis dari segala bentuk kekerasan dan intimidasi.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa kebebasan pers bukanlah hadiah, melainkan hak konstitusional yang harus terus dijaga. Tanpa perlindungan nyata bagi jurnalis, demokrasi berisiko kehilangan salah satu pilar utamanya.
Komunitas pers berharap aparat penegak hukum menjadikan peristiwa ini sebagai momentum evaluasi serius, agar kekerasan terhadap jurnalis tidak lagi diperlakukan sebagai perkara sepele, melainkan kejahatan terhadap demokrasi itu sendiri.
Reportase Media Ronggolawe News
Mengabarkan





























