Berita Opini
Oleh : Anto Sutanto
Penunjukan Komjen (Purn) Ahmad Dofiri oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai penasihat khusus reformasi Polri bukan sekadar keputusan administratif. Ini adalah taruhan politik dan moral. Taruhan yang mempertaruhkan citra pemerintahan sekaligus masa depan wajah kepolisian di Indonesia.
Mengapa Dofiri?
Prabowo tahu betul, publik sudah muak dengan wajah lama Polri. Kasus Sambo hanyalah puncak gunung es dari sederet skandal: brutalitas, pungli, bisnis gelap tambang, miras, judi online, hingga gaya hidup mewah segelintir jenderal.
Lalu, ia menunjuk “algojo Sambo”. Kenapa? Karena Dofiri sudah membuktikan: ia berani melawan “jenderal bintang empat” dan tetap tegak berdiri.
Peluang Dofiri
Modal integritas: Rekam jejaknya dalam sidang KKEP jadi garansi moral bahwa ia bisa tegas.
Kedekatan politik dengan presiden: Dukungan penuh dari Prabowo bisa memberinya tameng politik saat menghadapi resistensi dari dalam tubuh Polri.
Momentum publik: Kehausan masyarakat akan perubahan bisa menjadi “angin segar” untuk mendorong langkah-langkah radikal reformasi.
Hambatan di Lapangan
Namun, realitas di lapangan jauh lebih pelik.
Kultur feodal: Polri masih dikuasai patronase, di mana “atasan adalah dewa” dan loyalitas lebih penting dari integritas.
Bisnis basah: Banyak oknum perwira terlibat dalam tambang ilegal, narkoba, miras, bahkan rente proyek. Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi sudah jadi “urat nadi” ekonomi gelap.
Perlawanan internal: Reformasi berarti memutus banyak “mata air”. Jangan kaget jika Dofiri justru dilawan dari dalam, dengan cara halus maupun brutal.
Ketidakpercayaan publik: Wajah Polri sudah telanjur rusak. Butuh aksi nyata, bukan sekadar pidato.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Ronggolawe News menilai, jika Dofiri benar-benar ingin berhasil, ia harus berani mengambil tiga langkah radikal:
- Audit kekayaan pejabat Polri: Bongkar gaya hidup jenderal-jenderal yang tak masuk akal dibanding gaji resmi.
- Cabut akar bisnis ilegal: Putus keterlibatan oknum polisi dari tambang, judi, miras, narkoba. Ini yang paling berbahaya, tapi paling vital.
- Buka pintu transparansi: Polri harus membuka data kinerjanya ke publik, dari anggaran hingga penanganan kasus.
Akhir Kata
Reformasi Polri bukan sekadar pergantian seragam atau jargon manis. Ini adalah pertarungan melawan “sistem gelap” yang sudah mengakar puluhan tahun.
Prabowo sudah memilih “algojo Sambo” untuk tugas ini. Tapi publik sadar: satu jenderal tak akan cukup jika sistemnya masih dilindungi. Pertanyaannya, apakah Ahmad Dofiri akan menjadi pemutus rantai atau justru terseret arus?
Rakyat menunggu bukti. Dan Polri, sekali lagi, tidak punya banyak waktu.
Penulis adalah Direktur utama PT. Sang Putra Ronggolawe News